LAMPUNG TIMUR — Di tengah harga kopi yang makin naik dan pulsa yang tak kunjung murah, para buruh di Desa Gunung Agung, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur, justru menghadapi realitas yang lebih getir dari ampas sawit upah Rp6 per kilo.
Ya, enam rupiah. Angka yang bahkan tidak cukup untuk beli sebiji cabe rawit busuk di warung depan. Angka itu informasinya setelah ada pemotongan, sehingga harus di klarifikasi pihak perusahaan.
Angka fantastis itu bukan typo, melainkan kabar yang beredar di lapangan mengenai upah bongkar muat di PT Pesona Sawit Makmur (PT PSM), perusahaan sawit yang baru buka tapi sudah bikin heboh.
Ketua SPSI NIBA (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi) Sekampung Udik, Ali KL, membenarkan informasi tersebut, ia pun sampai geleng kepala dengan menduga perusahaan itu bukan hanya “pesona sawit makmur”, tapi juga “pesona misteri upah” karena informasinya kabur seperti minyak goreng di tengah subsidi.
“Kami minta PT PSM transparan. Di lapangan katanya buruh bongkar muat cuma dibayar Rp6 per kilo. Kalau benar, ini jelas melanggar aturan,” kata Ali KL dengan nada campur aduk antara heran, marah, dan tidak percaya hidup masih semurah itu.
Untuk konteks dengan Rp6 per kilo, buruh harus mengangkat 166 kilogram sawit untuk bisa beli sebatang permen kopiko. Sementara untuk beli sebungkus mie instan, dibutuhkan hasil keringat setara setengah ton tandan buah segar.
Jika benar demikian, perusahaan ini bukan cuma mengolah sawit, tapi juga mengolah logika manusia.
Selain soal upah, masyarakat sekitar mengeluh terkena dampak langsung dari aktivitas perusahaan mulai dari debu, bau limbah, sampai suara mesin yang lebih bising daripada obrolan grup WA RT.
“Buruhnya banyak dari luar seperti Lampung Selatan. Jadi warga sekitra cuma dapat debu, bukan rejeki,” sindir Ali KL.
Lucunya, ketika pihak SPSI NIBA mencoba komunikasi langsung dengan manajemen PT PSM, hasilnya nihil. “Sudah beberapa kali kami coba bertemu, tapi selalu dihalangi oknum. Mungkin mereka pikir kami mau audit, padahal cuma mau ngobrol baik-baik,” keluh Ali.
Kalau komunikasi saja sudah mental, apalagi kesejahteraan buruhnya mungkin sudah melayang.
Ali menegaskan, SPSI NIBA tak anti-investasi. Mereka hanya ingin agar perusahaan datang dengan niat baik, bukan niat nyari cuan pakai keringat orang lain.
Namun, dengan kondisi seperti sekarang, PT PSM tampak lebih sibuk mengelola tandan sawit ketimbang mengelola tanggung jawab sosial.
“Sebagai perusahaan baru harusnya transparan dan memberi kesan baik. Ini malah bikin warga geram,” ujarnya.
Saking geramnya, SPSI NIBA berencana gelar aksi damai.
Kalimat “damai” di sini tentu versi buruh, pakai spanduk, toa, dan semangat yang lebih panas dari minyak goreng bekas pabrik sawit itu sendiri.
Salah satu sumber (yang namanya disamarkan karena takut nanti “di-blacklist” dari panitia panen) menyebut bahwa buruh di PT PSM bahkan tidak mendapat perlindungan sesuai SOP dan UMK Lampung Timur.
Padahal, menurut aturan ketenagakerjaan, upah minimum kabupaten (UMK) Lampung Timur 2025 ada di kisaran Rp2,8 juta per bulan. Namun di lapangan, buruh lebih sering menerima “motivasi” ketimbang gaji.
“Upah nggak sesuai aturan. Kalau terus begini, keluarga mereka bisa makin susah,” ujar sumber itu.
Tentu, dengan gaji Rp6 per kilo, yang makmur mungkin cuma nama perusahaannya.
Di tengah jargon “Indonesia Emas 2045”, buruh di Lampung Timur masih harus menghitung rupiah per kilo seperti main tebak angka. Transparansi yang dijanjikan perusahaan baru ini tampaknya masih sebatas kabar dari spanduk peresmian pabrik.
Kalau tidak segera diperbaiki, bukan tidak mungkin masyarakat mengganti nama perusahaan itu jadi PT Pesona Sawit Misterius karena makmur hanya untuk segelintir orang, sementara buruhnya hidup dari sisa keringat dan sabar.
“Kami dukung investasi, tapi jangan investasi penderitaan.”kata Ali KL menutup pernyataannya.
Dan jika benar buruh hanya dibayar Rp6 per kilo, maka Lampung Timur baru saja mempersembahkan rekor baru untuk republik, gaji terendah dengan semangat kerja tertinggi.
Wartawan Wawai News sudah beberapa kali mencoba untuk mengkonfirmasi langsung, namun tidak berhasil, bahkan sebelumnya nomor WA wartawan diblokir oleh salah satu manajemen PSM. Media Wawai News menerima klarifikasi baik secara langsung atau bersurat untuk keterbukaan.***