Scroll untuk baca artikel
Hukum & Kriminal

6 Tahun Berlalu, Terpidana Silfester Matutina Masih Bebas: Jaksa Agung Ngaku ‘Sedang Mencari’

×

6 Tahun Berlalu, Terpidana Silfester Matutina Masih Bebas: Jaksa Agung Ngaku ‘Sedang Mencari’

Sebarkan artikel ini
Silfester Matutina dan Mantan Presiden Jokowi - foto doc ist

JAKARTA – Negeri +62 tampaknya punya tradisi hukum unik: terpidana bisa lebih gesit dari aparat yang seharusnya mengeksekusi.

Kasus Silfester Matutina, loyalis Jokowi yang divonis 1 tahun 6 bulan karena memfitnah Jusuf Kalla, menjadi bukti nyata betapa hukum kita pandai sekali bermain petak umpet.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Sudah enam tahun sejak putusan kasasi dibacakan pada 16 September 2019, tapi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan masih belum juga melaksanakan eksekusi.

Silfester yang seharusnya tidur di balik jeruji, justru wara-wiri di televisi, ikut debat soal ijazah Jokowi, bahkan sempat jadi bintang tamu tetap di layar kaca.

Ketika publik mulai bertanya-tanya, Silfester tiba-tiba menghilang. Alasannya? Tentu versi klasik: sakit. Bahkan ia mencoba mengulur waktu lewat Peninjauan Kembali (PK), tapi ditolak mentah-mentah oleh Hakim PN Jaksel.

Hakim Ketut Darpawan dengan gamblang menyebut surat sakitnya tidak masuk akal lebih mirip tiket izin bolos ketimbang dokumen medis serius.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin akhirnya buka suara, tapi jawabannya tidak kalah absurd:

“Kami sudah minta sebenarnya, sedang dicari, Kajari kan mencari terus. Kami sedang mencarinya.”

Pertanyaannya: sejak kapan mencari terpidana jadi semudah mencari sandal jepit yang hilang di masjid?

Lebih parah lagi, Kejari Jaksel yang seharusnya jadi eksekutor lebih memilih gaya komunikasi “silent mode”. Ditelpon wartawan tidak angkat, didatangi tidak mau menemui. Benar-benar ghosting ala aparat hukum.

Kasus ini menunjukkan wajah hukum Indonesia yang memalukan, kalau rakyat kecil salah, eksekusi bisa hitungan jam. Tapi kalau orang dekat lingkaran kekuasaan? Bisa bertahun-tahun lolos sambil selfie di studio TV.

Silfester bukan sekadar kasus pribadi, tapi etalase bobroknya sistem hukum. Vonis inkrah ternyata cuma pajangan di arsip pengadilan, tidak lebih sakti dari surat cinta yang tak pernah dikirim.

Publik kini hanya bisa bertanya apakah Silfester benar-benar sedang dicari, atau sebenarnya negara sengaja membiarkannya bebas, selama masih berguna di panggung politik?

Karena di negeri ini, eksekusi hukum memang kerap kalah penting dibanding eksekusi pencitraan.***

SHARE DISINI!