Disampaikan Oleh Yusuf Blegur
WAWAINEWS.ID – Begitu banyak rakyat yang tidak bisa dibeli dengan uang dan sembako. Begitu banyak rakyat yang menolak kecurangan. Begitu banyak rakyat menginginkan perubahan karena mereka masih punya iman dan moral.
Ini bukan sekedar euforia dan antusiasme rakyat pada kampanye AMIN. Jauh lebih fundamental, pada perjuangan dan pengorbanan rakyat menyongsong perubahan.
Tanpa dibayar, menembus segala tantangan cuaca dan bersusah payah dalam antrian panjang, rakyat tak pernah kehilangan gairah politiknya.
Menikmati kegembiraan dan semangat mewujudkan Indonesia yang lebih baik, rakyat rela berdesakan, menunggu berjam-jam mengabaikan rasa letih dan penat.
Seperti sedang dalam kerinduan pada kehadiran pemimpin satrio piningit yang sesungguhnya, yang mampu mengemban amanat penderitaan rakyat.
Membebaskan rakyat dari angkara murka. Pasangan AMIN membawa secercah keyakinan kemaslahatan.
Rakyat Indonesia terasa menjadi tamu di negerinya sendiri. Menderita dalam kemiskinan dan kehidupan yang terus dieksploitasi demi kesejahteraan segelintir orang dan kelompok.
Sembako mahal, listrik dan BBM mahal, pendidikan mahal, pajak dan utang berbarengan tinggi Rakyat Indonesia sepertinya sedang merefleksikan dan memaknai perkataan Bung Karno Sang Proklamator, yang mengungkapkan “kemerdekaan tidak datang jatuh dari langit, kemerdekaan itu tidak gratis”.
Republik saat ini tak ubahnya sedang menghadapi siklus sejarah yang berulang, kembali menghadapi penjajahan.
Ada beberapa yang membedakan, dulu menghadapi kolonialisme dan imperialisme lama, kini menghadapi kolonialisme dan imperialisme modern.
Dulu dijajah secara fisik, kini dijajah secara ekonomi, politik, hukum dan kebudayaan. Dulu dijajah oleh bangsa asing, kini dijajah bangsa sendiri yang menjadi budak bangsa asing.
Rakyat Indonesia terus didera kesengsaraan dan penderitaan hidup. Terjerat kemiskinan menghadapi harga Sembako yang mahal, pendidikan dan kesehatan biaya tinggi, harga listrik dan BBM yang terus meningkat, pajak dan utang negara yang seiring sejalan semakin besar.
Kejayaan alam yang dikuras dan berdampak menjadi kejahatan lingkungan untuk demi kekayaan segelintir orang dan kelompok, merupakan kedzoliman nyata terhadap rakyat pemilik negeri.
Semua kesulitan rakyat itu tak lain dan tak bukan karena ulah pemerintahan yang korup dan menindas. Semua kebutuhan rakyat yang yang mendasar dan prinsip tak terjangkau dan tinggi melambung.
Berbanding terbalik dengan harga diri pemimpin dan pejabat yang semakin turun, tergerus mental dan moralnya. Miskin etika dan tuna ahlak, begitulah para aparat yang berlindung dibalik kekuasaannya.
Dalam suasana negara yang penuh kemudaratan, rakyat Indonesia tak ada pilihan lagi, hancur sehancur-hancurnya atau berani keluar dari keterpurukan.
Hidup tanpa harga diri dan kehormatan kemudian menjadi manusia pecundang yak tak berdaya, atau menggeliat memperjuangkan nasibnya.