Lampung

Dianggap Jadi Dasar Legal Pemerasan Dalih Dana Komite, Pergub 61 Tentang Biaya Pendidikan Harus Dicabut

×

Dianggap Jadi Dasar Legal Pemerasan Dalih Dana Komite, Pergub 61 Tentang Biaya Pendidikan Harus Dicabut

Sebarkan artikel ini
ilustrasi dana komite
ilustrasi dana komite - foto doc net

LAMPUNG – Arinal Djunaidi diminta segera mencabut Peraturan Gubernur Nomor 61 tahun 2020 tentang pembiayaan pendidikan yang dianggap melegalkan pungutan atas nama ‘komite’ untuk tingkat SMA/SMK di Lampung.

Permintaan tersebut disampaikan tokoh Lampung Alzier Dianies Thabranie setelah Pergub No 33 tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung No 19 Tahun 2023 ciabut.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Diketahui bahwa pencabutan Pergub tersebut, karena dianggap dapat melegalkan perusakan dan pencemaran lingkungan.

“Saya minta Arinal dengan jabatannya yang tinggal menghitung hari dapat segera mencabut Pergub Lampung No 61 Tahun 2020 yang memberikan kewenangan untuk meminta pungutan kepada para wali murid dengan modus ‘uang Komite’,”tegas Alzier Politisi senior Lampung, pada Jumat 24 Mei 2024

Menurut tokoh Lampung ini, Pergub 61 2020 tersebut menyusahkan para orang tua siswa/ siswa SMP/ SMA/ SMK Se Provinsi Lampung.

BACA JUGA :  Kapolres Lampung Tengah Berjanji Sapu Bersih Aksi Premanisme

Dikatakan Alzier Peraturan Gubernur Lampung yang ditetapkan Arinal Djunaidi tanggal 4 November 2020 inilah banyak permainan yang dibungkus melalui dana komite.

“Pergub itu yang menjadi dasar pihak sekolah menengah atas negeri –khususnya SMAN dan SMKN- di Lampung memainkan para wali murid dengan mengatasnamakan sumbangan pendidikan berbungkus uang komite,”tegas Alzier dilansir mediaonline alziernews.

Padahal paparnya, setiap tahun triliunan dana yang di gelontorkan melalui APBD untuk Dinas Pendidikan Provinsi Lampung untuk pembiayaan SMA/ SMK Se Lampung.

“Pergub No 61 Tahun 2020 jadi ajang untuk memeras orang tua pelajar dengan dalih uang komite. Sungguh aturan yang dibuat tanpa menggunakan akal sehat beratkan orang tua wali murid yang sebagian besar dari kalangan yang tidak berada,”pungkasnya.

Diketahui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 61 tahun 2020 tentang pembiayaan pendidikan.
Pergub tersebut tentang peran serta masyarakat dalam pendanaan pendidikan pada satuan pendidikan menengah negeri dan satuan pendidikan khusus negeri di Lampung.

BACA JUGA :  Kejari Tanggamus Tetapkan Anggota Dewan Fraksi PDIP Tersangka Korupsi

Gubernur Lampung Arinal Djunaidi pernah menyampaikan kepada awak media, bahwa prinsipnya Pergub tersebut ingin mencerdaskan anak bangsa.

“Jadi setiap anak bangsa harus diperlakukan sama, tapi kondisi sekolah dulu dan sekarang berbeda,”kata Arinal sebagaimana dilansir dari tribun tayang pada 19 Maret 2021.

Karena saat ini gurunya tetap, tapi siswa bertambah sehingga kapasitas dibutuhkan kepada tenaga pendidik.

Sehingga infrastruktur juga harus diperluas, namun dalam keberdayaan guru itu bukan kebijakan pemerintah daerah karena gajinya.

Namun dengan keterbatasan APBD, maka pemerintah tahu terkait penerbitan pergub maka orangtua akan aman dan nyaman termasuk guru honorer juga.

Sementara Kadisdikbud Lampung Sulpakar mengatakan saat ini kebutuhan sekolah saat ini cukup banyak dan tidak hanya untuk operasional sekolah.

BACA JUGA :  Arinal Usulkan Pengelolaan Pupuk Bersubsidi dengan Membedayakan BUMDes

Akan tetapi juga untuk pembayaran honorer guru yang jumlahnya mencapai 60 persen dari total guru ditingkatan SMA/SMK di Lampung.

Untuk pendapatan sekolah hanya berasal dari BOS dan Bosda, kalau dari Bosnas sebesar Rp1,6 juta per siswa setiap tahun dan Bosda Rp1,650,000 per siswa per tahun.

Kebutuhan siswa setelah mendapat analisis sekitar Rp 3,5 juta sampai Rp 5,6 juta, sesuai kebutuhan satuan pendidikan di kota dan desa yang berbeda.

Sedangkan tenaga pendidik hampir 60 persen honorer, sementara honor guru ini tidak ada gaji dari pemda atau pemerintah pusat.

Jadi gaji benar-benar dari sekolah yang hanya mengandalkan Bosnas dan Bosda juga tidak cukup.

Apalagi penerima bosda hanya 10 persen dari total murid, kalau dia 100 siswa artinya hanya 10 orang saja yang dapat.***