TANGGAMUS — Derit kayu tua yang patah dan debu plafon yang mengendap menjadi saksi bisu bagaimana Gedung Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Kota Agung Barat semakin hari semakin sekarat.
Terlihat plafonnya menggantung nyaris jatuh, genteng-gentengnya berserakan seperti sisa medan perang, dan rangka kayunya hanya tinggal menunggu waktu untuk menyerah pada usia.
Inilah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), rumah bagi para penyuluh yang kini nyaris menjadi jebakan maut.
“Sudah patah kayunya. Plafon juga sudah ambruk. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, gedung ini jarang kami gunakan lagi,” ujar Catur, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tanggamus, dengan nada lirih namun penuh kekesalan. Ia berbicara pada Selasa (10/6/2025).
Catur saat itu, berdiri di halaman gedung yang lebih menyerupai reruntuhan ketimbang pusat pelayanan pertanian. Bangunan yang seharusnya menjadi pusat pengembangan sektor pertanian kini justru menyimpan ancaman runtuh kapan saja.
Genteng-genteng pada sudut bangunan yang dulu berjajar rapi kini berserakan di lantai, ditumbuhi rumput liar. Plafon ambruk, kayu-kayu keropos menggantung tak berdaya, mengundang bahaya bagi siapa pun yang nekat bekerja di dalamnya.
Tidak ada lagi hiruk pikuk penyuluhan atau diskusi antar petani hanya keheningan yang penuh kecemasan.
“Sudah patah kayunya. Plafon juga sudah ambruk. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, gedung ini jarang kami gunakan lagi,” ujar Kepala Dinas Pertanian Tanggamus, Catur, dengan nada getir.
Ironisnya, kondisi ini bukan hal baru. Menurut Catur, pihaknya telah berulang kali mengusulkan rehabilitasi sejak bertahun-tahun silam, namun tak sekalipun mendapat tanggapan nyata dari pemerintah daerah.
“Setiap tahun kami usulkan rehab, tapi sampai sekarang belum pernah direalisasi,” tegasnya.
Padahal, Kecamatan Kota Agung Barat dikenal sebagai lumbung pertanian di Kabupaten Tanggamus. Gedung BPP di wilayah ini seharusnya menjadi pusat pelayanan dan pemberdayaan bagi petani yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal.
Warmansyah, Ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kabupaten Tanggamus, pun angkat bicara. Ia menyebut banyak staf BPP kini terpaksa bekerja di gedung lain yang secara struktural masih mengandung risiko, namun dianggap “lebih aman” dibandingkan gedung utama.
“Ini cerminan lemahnya perhatian terhadap fasilitas kerja para aparatur sipil negara. Padahal, instansi ini ujung tombak pelayanan dan pengembangan pertanian di wilayah ini,” ujarnya.
Mirisnya, jika gedung ini benar-benar roboh, bukan hanya bangunannya yang hilang. Harapan petani, semangat pembangunan pertanian, dan pelayanan publik di sektor vital ini ikut runtuh bersamanya.
Kini, gedung BPP Kota Agung Barat berdiri seperti tubuh renta yang menunggu waktu tumbang di tengah diamnya mereka yang seharusnya peduli.***