Scroll untuk baca artikel
Hukum & Kriminal

Drama Sertifikat Tanah Milik Supriono Ditahan BRI Wonosobo Selama 7 Tahun Memasuki Babak Baru

×

Drama Sertifikat Tanah Milik Supriono Ditahan BRI Wonosobo Selama 7 Tahun Memasuki Babak Baru

Sebarkan artikel ini
Supriono bersama kuasa hukum Adi Putra Amril dari Kurnain, SH dan Partner saat laporan ke Polisi - foto doc ist

TANGGAMUS — Hari Rabu 18 Juni 2025 menjadi babak baru dalam “serial panjang” drama hukum Supriono. Pria paruh baya ini kembali menelusuri jejak sertifikat rumahnya yang selama tujuh tahun entah di mana rimbanya, diduga “tersesat” di lingkaran kantor Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan seorang bernama Angga Bagus Novianto.

Bersama kuasa hukumnya, Adi Putra Amril, S.H., dari Kantor Hukum Kurnain, S.H. dan Rekan, Supriono datang ke Polres Tanggamus dengan ekspresi campur aduk antara lelah, geram, tapi tetap bertekad.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Alhamdulillah saya diperiksa. Bisa jawab semua pertanyaan, walau kadang harus gali ingatan kayak nyari barang di gudang,” kata Supriono

Kemarin diketahui Supriono menjalani pemeriksaan oleh penyidik Unit Tipidter Satreskrim Polres Tanggamus terkait sertifikat tanahnya yang berlangsung dari pukul 11.00 sampai 13.00 WIB. Sekitar 20 pertanyaan dilemparkan ke Supriono dan semua bisa dijawab tuntas.

BACA JUGA :  Jajaran BRI Pringsewu Terancam Proses Hukum, Dituding Beri Keterangan Palsu ke Polisi

Menurut pengakuan Supriono, yang mestinya meminjam uang dan mengembalikan, justru jadi korban “pinjam-meminjam yang tak kembali”—bedanya, yang hilang bukan uang, tapi SHM alias Sertifikat Hak Milik.

“Tiap saya tanya, jawabannya muter-muter. Seperti main bola, tapi saya nggak pernah jadi striker. Selalu dilempar ke Reni Puspita, lalu balik lagi. Kayak main pingpong, tapi saya lawannya tembok,” keluh Supriono sambil geleng-geleng.

Kuasa hukumnya, Adi Putra Amril, tidak tinggal diam. Ia menyebut tindakan BRI dan Angga Bagus Novianto sebagai bentuk penguasaan sepihak yang sudah terlalu lama dibiarkan.

“Apa jaminannya SHM itu nggak dijaminkan ke orang lain? Di era digital ini, kopi paste surat berharga saja bisa jadi alat kejahatan. Apalagi SHM asli? Jangan anggap enteng!” ucap Adi dengan nada tajam.

BACA JUGA :  Istri dan Anak Terpidana Kasus Perkosaan di Menggala, Curhat ke Hotman Paris

Lebih lanjut, Adi menyampaikan bahwa pihaknya tidak sekadar meminta SHM dikembalikan, tapi juga perhitungan kerugian selama tujuh tahun.
Menurutnya, kalau bank bisa ngitung bunga kredit dengan rumus anuitas yang bikin pusing rakyat, seharusnya mereka juga bisa menghitung “bunga kerugian moril dan materil” yang dialami Supriono.

“Masa minta maaf doang? Kalo begitu, tiap orang salah tinggal bilang: maaf, ya? Lalu selesai? Jangan naif lah. Orang BRI kan pintar-pintar, masa hitung rugi kayak gini aja nggak bisa?” ketusnya.

Kuasa hukum juga mendesak aparat penegak hukum (APH) agar tidak hanya menggunakan pasal penggelapan (Pasal 372 KUHP), tapi juga menelusuri kemungkinan pelanggaran perbankan.

“Jangan cuma mentok di satu pasal. Ini soal moral, etika lembaga, dan kepercayaan publik. Masa masyarakat kecil yang lengah dikoyak, giliran institusi besar yang salah malah dilindungi?” kata Kurnain, S.H., melempar sindiran halus.

BACA JUGA :  Tinju Istri, Seorang Pria di Kotim Terancam 5 Tahun Penjara

Sebagai penutup, Adi Putra Amril memberikan petuah yang bisa jadi bahan renungan—dengan bumbu satir khas pengacara berapi-api.

“Sekarang ini, nitip motor aja minta karcis. Lah masa nitip SHM, surat tanah, rumah, harta warisan, nggak ada bukti resmi? Ini bukan zaman prasejarah. Jangan karena seragam necis, masyarakat langsung percaya. SHM itu nyawa, bukan brosur pinjaman!”pungkasnya.***