Scroll untuk baca artikel
Pendidikan

Tangis Haru Iringi Penutupan Pendidikan Karakter Panca Waluya Angkatan II

×

Tangis Haru Iringi Penutupan Pendidikan Karakter Panca Waluya Angkatan II

Sebarkan artikel ini
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman menghadiri upacara penutupan Pendidikan Karakter Gapura Panca Waluya Sekolah Kebangsaan Jawa Barat Istimewa Angkatan ke - II, di Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara, Rindam III/Slw, Kabupaten Bandung Barat, Minggu (29/06/2025).
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman menghadiri upacara penutupan Pendidikan Karakter Gapura Panca Waluya Sekolah Kebangsaan Jawa Barat Istimewa Angkatan ke - II, di Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara, Rindam III/Slw, Kabupaten Bandung Barat, Minggu (29/06/2025).

BANDUNG — Tangis haru pecah di Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara Rindam III/Siliwangi, Lembang, saat 103 pelajar SMA/SMK dari berbagai daerah di Jawa Barat berpelukan dengan orang tua mereka.

Setelah 21 hari penuh disiplin, pendidikan, dan pembentukan karakter, para siswa akhirnya dipertemukan kembali dengan keluarga dalam penutupan kegiatan Pendidikan Karakter Panca Waluya Angkatan II, Minggu (29/6/2025).

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, hadir langsung untuk menutup kegiatan yang disebutnya sebagai salah satu ikhtiar paling konkret dalam membentuk generasi masa depan yang kuat secara fisik dan mental.

“Saya mewakili Bapak Gubernur menutup kegiatan ini. Ini bukan program biasa. Ini adalah pendidikan yang kami rancang secara terstruktur, sistemik, dan masif,” ujar Herman usai menjadi inspektur upacara.

BACA JUGA :  BMPS Kota Bekasi Sebut Kesetaraan Kebijakan Pendidikan Harus Diperbaiki

Selama tiga pekan penuh, para siswa yang sebelumnya terpapar berbagai permasalahan sosial seperti tawuran, geng motor, hingga kecanduan game ditempa dalam lingkungan militer yang penuh kedisiplinan dan nilai kebangsaan. Mereka diajak menjadi pribadi “Panca Waluya”, yaitu cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), pinter (cerdas), dan singer (tangguh).

Herman meyakini, meski hanya berlangsung selama 21 hari, pendidikan ini adalah stimulus sederhana yang bisa memberikan dampak besar.

“Kami percaya dari sinilah akan lahir calon-calon pemimpin masa depan, baik di pemerintahan, dunia usaha, profesi, bahkan di bidang pertanian. Mereka sudah mulai berubah, dan perubahan itu nyata,” tuturnya penuh optimisme.

Yang membuat kegiatan ini semakin bermakna adalah latar belakang para peserta. Mereka bukan anak-anak biasa. Mereka adalah generasi muda yang sempat tersesat oleh dinamika sosial zaman, namun diberi kesempatan untuk memulai ulang dan bangkit.

BACA JUGA :  Plaza Patriot Hadirkan Makna Pancasila dengan Nobar Film “Pahlawan”

Saat mereka kembali ke pelukan orang tua, suasana berubah menjadi penuh haru. Sejumlah ibu meneteskan air mata, memeluk erat anak-anak mereka yang tampak lebih tegap dan tenang dibanding saat pertama kali berangkat. Ada semacam pengakuan diam-diam bahwa anak-anak mereka telah bertumbuh bukan hanya secara fisik, tapi juga dalam cara berpikir dan bersikap.

Herman pun berpesan agar proses pembentukan karakter tidak berhenti di Dodik.

“Peran orang tua sangat penting. Jangan memanjakan anak. Arahkan mereka, libatkan mereka dalam pekerjaan rumah. Pendidikan karakter harus berlanjut di keluarga,” katanya.

Tak lupa, ia memberikan pesan mendalam kepada para peserta agar terus menjaga komitmen.

“Berubah itu tidak mudah, tapi kalian sudah membuktikan bisa. Pegang terus tekad itu, jangan lepas. Jadikan pengalaman ini sebagai modal awal untuk mengejar mimpi besar kalian,” pesannya.

BACA JUGA :  HGN di Tanggamus dihadiri 550 guru TK dari 10 cabang

Program Pendidikan Karakter Panca Waluya ini sendiri bukan agenda sekali jalan. Saat ini, Angkatan III yang berjumlah 57 peserta telah mulai mengikuti pelatihan, dan Angkatan IV dengan 40 peserta dijadwalkan mulai besok.

“Dua angkatan sudah selesai. Angkatan I diikuti 273 orang, Angkatan II ini 103 orang. Yang membuat kami terharu, sebagian dari mereka bahkan belum mau pulang. Itu artinya mereka menemukan makna dari proses ini,” ujar Herman, menutup pernyataannya dengan senyum bangga.***