KOTA BANDUNG — Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan pentingnya Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) XXXIV Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebagai forum strategis, bukan sekadar seremoni tahunan yang penuh basa-basi.
Menurutnya, pertemuan ini menjadi jembatan konkret untuk menyatukan frekuensi antara pemerintah dan dunia usaha dalam membangun ekosistem investasi yang sehat, kompetitif, dan berkelanjutan.
“Ini bukan hanya soal pidato pembuka dan sesi foto bersama. Ini forum penting untuk sinkronisasi arah kebijakan,” tegas KDM, sapaan akrab Dedi, usai membuka acara Rakerkonas di Bandung, Selasa (5/8/2025).
Sebagai gubernur, KDM menyebut dirinya berperan sebagai konduktor dalam “orkestra” besar relasi antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor usaha. Orkestrasi itu, katanya, tak boleh lagi dimainkan dengan nada sumbang antar level birokrasi.
“Jangan ada ego sektoral, investasi tidak bisa menunggu birokrasi lambat,” katanya.
KDM tak sekadar bicara koordinasi. Ia juga membeberkan performa investasi Jawa Barat yang masih tak tertandingi secara nasional. Selama semester pertama 2025, Jabar telah membukukan realisasi investasi sebesar Rp72,5 triliun, menjadikannya provinsi dengan investasi tertinggi di Indonesia.
“Angka ini bukan sulap. Ada kebijakan konkret yang menopang,” ujar KDM.
Salah satu kebijakan kunci yang ia sebut adalah pemberantasan premanisme di kawasan industri—masalah yang selama ini menjadi hantu laten bagi investor.
“Hari ini kita bisa lihat, angka premanisme menurun drastis. Investasi tidak bisa tumbuh di tengah ketakutan,” tambahnya.
Selain itu, KDM menyoroti fenomena relokasi industri di Jawa Barat. Industri padat karya kini mulai berpindah ke daerah timur seperti Indramayu, Cirebon, Kuningan, dan Majalengka, sementara Subang berkembang sebagai pusat industri padat modal.
“Perkembangan ini harus dimaknai sebagai sinyal distribusi pertumbuhan. Jangan hanya Bekasi dan Karawang terus yang sibuk, daerah lain juga harus hidup,” katanya.
KDM menekankan bahwa iklim investasi yang sehat sangat bergantung pada responsivitas dan sinergi antar kepala daerah.
“Bukan hanya regulasi pusat, tapi kecerdasan dan kecepatan kepala daerah dalam menyambut investor. Apindo butuh mitra strategis, bukan birokrasi tambun,” pungkasnya.***