TANGGAMUS – Sebuah menara telekomunikasi setinggi 52 meter di Pekon Campang Tiga, Kecamatan Kota Agung, Tanggamus, sudah berdiri gagah bak monumen teknologi. Sayangnya, di balik kemegahannya, terkuak fakta mencengangkan, proyek yang dikabarkan bekerjasama dengan Telkomsel itu diduga belum mengantongi izin.
Fakta ini bukan sekadar isu liar. Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) Tanggamus, Yuliar Baro, dengan nada geram memastikan bahwa dinas satu pintu, instansi resmi yang menjadi gerbang semua perizinan tidak pernah memproses dokumen untuk menara tersebut.
“Belum ada izin itu, baik IMB-nya atau PBG. Mereka belum ngurus sama sekali” kata Yuliar Baro, pada Kamis 14 Agustus 2025, yang mengaku sudah melakukan konfirmasi ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Tanggamus.
“Kata dinas satu pintu ga ada izinnya. Padahal, bangunan seperti ini tidak boleh berdiri tanpa dokumen resmi. Kami akan laporkan ke Satpol-PP dan Dinas PUPR agar segera ditindak,” tegas Yuliar
Atas pernyataan itu, mengejutkan banyak pihak. Bagaimana mungkin sebuah proyek infrastruktur telekomunikasi raksasa bisa lolos hingga rampung tanpa selembar pun izin resmi? Apalagi lokasinya berada di daerah yang selama ini dikenal sebagai tempat susah jaringan.
Sementara Kepala Pekon Campang Tiga, Wasino, bahkan mengaku kaget ketika mendengar informasi tersebut. Menurut Wasino, pihak pengembang sudah meminta persetujuan lingkungan setelah tandatangan kontrak dengan pemilik lahan.
“Waduh, masa perusahaan sebesar itu tidak punya izin? Setahu saya mereka cuma minta izin ke pemilik lahan, lingkungan, dan pemberitahuan ke camat. Soal izin ke Pemda, itu di luar pengetahuan saya,” katanya polos.
Selain Wasino, pemilik lahan, Budi, pun bercerita hanya menandatangani kontrak sewa lahan senilai Rp90 juta dalam jangka waktu selama 10 tahun. Soal izin, ia mengaku “buta urusan”.
“Ya lahan kita yang dipakai, tinggi menara katanya 52 meter, tapi ga mungkin bang kalau nggak ada izin dari pemerintah,” kata Budi, warga setempat, yang mengaku melihat langsung proses pengerjaan pembangunan menara yang memakan waktu sekitar sebulan lebih.
Budi menjelaskan bahwa dari informasi yang ia ketahui, pihak pengembang telah mengurus persetujuan lingkungan saat akan dimulai pembangunan dan sekarang telah rampung dengan memakan waktu kurang lebih sebulan.
“Kalau persetujuan lingkungan memang sudah, pas akan bangun ini, dan sekarang sudah selesai pengerjaannya, tinggal operasi,” ujarnya.
Meski telah izin lingkungan, sesuai peraturan bahwa pembangunan infrastruktur telekomunikasi memerlukan sejumlah dokumen perizinan, termasuk izin lingkungan, PBG, hingga rekomendasi teknis dari instansi terkait. Jika salah satu dari dokumen tersebut tidak ada maka dapat membuat proyek berstatus ilegal.
Fenomena ini menimbulkan dugaan serius, apakah pemerintah daerah kecolongan, atau ada pembiaran terhadap pelanggaran tata ruang?
Padahal, Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Cipta Kerja jelas mengatur bahwa pembangunan tanpa izin dapat dikenai sanksi administratif hingga pembongkaran bangunan. ***