LAMPUNG – Durian dikenal sebagai “raja buah” dengan aroma khas yang menyengat. Namun, di Lampung dan sejumlah daerah di Sumatera hingga Kalimantan, durian tak hanya disantap langsung. Buah tropis ini diolah menjadi tempoyak, hasil fermentasi durian yang populer dengan cita rasa asam gurih nan unik.
Proses pembuatan tempoyak terbilang sederhana. Daging buah durian matang dipisahkan dari bijinya, diberi sedikit garam sebagai pengawet alami, lalu difermentasi dalam wadah tertutup selama 3–5 hari. Hasilnya, daging durian berubah tekstur menjadi lembut dengan aroma yang lebih tajam.
Masyarakat Lampung memanfaatkan tempoyak sebagai bahan utama berbagai hidangan. Sambal tempoyak yang dicampur cabai rawit dan bawang hingga gulai tempoyak ikan patin menjadi menu favorit yang tersebar di banyak daerah.
Tak hanya lezat, tempoyak juga menyimpan manfaat kesehatan. Proses fermentasi menjadikannya kaya probiotik yang baik untuk pencernaan. Kandungan vitamin C, kalium, dan serat dari durian tetap terjaga, sementara rasa asam alami memberi sensasi segar pada hidangan.
Pengolahannya pun beragam di tiap daerah. “Kalau kami, tempoyak itu campuran untuk nyeruwit. Sambal terasi dicampur daging ikan, terong panggang, lalu dipadu dengan tempoyak dan rebusan lalapan, terus diulek jadi satu di lesung,” ujar Joni, warga Menggala, Tulang Bawang.
Sementara di Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, tempoyak kerap dimasak terlebih dahulu sebelum disantap.
“Tempoyak enaknya dibikin sambal untuk lauk makan, apalagi dicampur lalap pucuk daun kopi,” kata Sarip, tokoh pemuda setempat.
Bagi pencinta kuliner autentik, tempoyak merupakan wujud kekayaan rasa Nusantara. Perpaduan aroma durian, sensasi asam fermentasi, dan pedas dari sambal membuatnya menjadi hidangan yang menggugah selera.
Tak heran, banyak wisatawan kuliner penasaran mencicipi tempoyak saat berkunjung ke Lampung. Dengan segala manfaat, cita rasa, dan nilai tradisi yang dikandungnya, tempoyak layak dijadikan ikon kuliner daerah yang terus dilestarikan. ***