Scroll untuk baca artikel
Nasional

Akhmad Munir Jadi Ketua Umum PWI 2025–2030: “Dari Kantor Berita ke Kantor Wartawan”

×

Akhmad Munir Jadi Ketua Umum PWI 2025–2030: “Dari Kantor Berita ke Kantor Wartawan”

Sebarkan artikel ini

BEKASI – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat akhirnya punya nakhoda baru. Melalui Kongres PWI 2025 di Cikarang, Sabtu (30/8/2025), nama Akhmad Munir melesat sebagai ketua umum periode 2025–2030.

Munir, yang sehari-hari sibuk mengurus LKBN ANTARA, berhasil meraih 52 suara. Rivalnya, Hendry Ch. Bangun yang pernah mencicipi kursi ketum hasil Kongres 2023 Bandung harus puas dengan 35 suara.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Pemungutan suara ini diikuti 87 peserta dari 39 provinsi dan disiarkan langsung lewat kanal YouTube resmi PWI. Jadi, kalau ada drama, publik bisa menonton tanpa harus beli popcorn.

Kemenangan Munir menandai babak baru setelah drama dualisme kepengurusan ala “sinetron PWI” pasca-Kongres Bandung 2023. Kala itu, Hendry Ch. Bangun sempat naik tahta, tapi riak-riak internal lebih ramai daripada rapat redaksi menjelang deadline.

Kini, dengan hasil yang relatif bersih dan sorak-sorai kongres, kisruh lama diharapkan tinggal catatan kaki sejarah meski wartawan tahu, catatan kaki justru sering lebih menarik ketimbang isi teksnya.

Tak hanya ketua umum, kursi Ketua Dewan Kehormatan PWI juga diperebutkan dengan sengit. Atal S. Depari kembali dipercaya usai mengantongi 44 suara, unggul tipis dari Sihoni HT dengan 42 suara. Hasilnya? Bisa dibilang kemenangan setipis kertas koran murah yang gampang sobek.

Setelah penghitungan suara, suasana kongres berubah bak konser dangdut kampung, penuh tepuk tangan, teriakan, dan pelukan. Munir bersama Atal dikalungkan selendang sutra khas Bugis simbol penghormatan sekaligus tanda resmi bahwa pesta demokrasi PWI kali ini benar-benar sah dan syahdu.

Dalam pidato kemenangannya, Munir tampil lugas. “Saya berkomitmen memajukan PWI, memperjuangkan kesejahteraan anggota, dan memastikan suara wartawan selalu didengar dalam kebijakan pers,” ujarnya.

Janji yang tentu terdengar indah, meski wartawan sudah terbiasa menulis janji-janji pejabat tanpa tahu kapan cairnya baik janji maupun honor liputan.

Kini bola ada di tangan Munir: apakah ia bisa membawa PWI benar-benar jadi rumah wartawan, atau hanya sekadar “rumah-rumahan” seperti rubrik anak-anak koran Minggu. Yang jelas, satu hal pasti wartawan Indonesia akan tetap menulis, mengkritik, dan seperti biasa mencatat sejarah, termasuk sejarah organisasi mereka sendiri.***

SHARE DISINI!