KOTA BEKASI – Bak gayung bersambut, setelah PKB memastikan memilih jalur hukum giliran DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi tampil gagah berani membela kadernya, Arif Rahman Hakim (ARH), yang saat ini berstatus terlapor kasus dugaan pemukulan terhadap Madonk dari Fraksi PKB.
Sekretaris DPC PDIP Kota Bekasi, Ahmad Faisyal Hermawan, menegaskan partainya tidak akan tinggal diam.
“Kami resmi siap mengikuti proses hukum yang sedang berjalan di Polres Metro Bekasi. Bang Arif bukan sendirian, ada partai yang akan mengawal,” ucap Faisyal dalam konferensi pers, Kamis 25 September 2025.
Lucunya, Faisyal sempat menyelipkan nada adem-ayem. Katanya, PDIP sebenarnya lebih suka jalur islah alias damai-damai aja. Namun, keinginan itu mental di meja mediasi Badan Kehormatan DPRD, karena Madonk tak hadir.
“Bang Arif sudah duduk manis, siap tanda tangan surat damai. Eh, Bang Madonk malah absen. Mungkin lagi sibuk main catur politik di tempat lain,” sindir Faisyal.
Meski begitu, PDIP sudah ancang-ancang. Arif dipersenjatai tim kuasa hukum Badan Bantuan Hukum Advokasi Rakyat (BPHR). Bahkan, Haris Hutabarat, Ketua BPHR PDIP Bekasi, menyiapkan 120 advokat untuk mendampingi.
“Pokoknya kalau ini lanjut ke pengadilan, jangan kaget kalau ruang sidang mirip rapat akbar. Seratus dua puluh advokat lawan satu laporan polisi, ini bukan lagi perkara, tapi karnaval hukum,” ucap Haris setengah bercanda.
Arif sendiri mencoba tampil kalem. “Saya pribadi ingin selesaikan ini secara komunikasi politik. Tapi partai sudah ambil sikap, ya saya ikut. Terlapor bukan berarti kalah, kan?” katanya, sedikit menahan senyum.
Namun, di balik keriuhan ini, sorotan tajam justru mengarah ke Tri Adhianto, Wali Kota Bekasi sekaligus Ketua DPC PDIP. Tri dinilai sengaja bungkam.
Mulyadi, Ketua Umum Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim), tak segan menyindir Tri habis-habisan.
“Sikap diam Tri sangat ironis. Dia lebih sibuk tersenyum di depan kamera daripada bertindak sebagai pemimpin. Padahal, ini bukan konten YouTube, ini konflik politik serius,” ujar Mulyadi pedas.
Menurutnya, pembiaran ini bukan sekadar kelemahan, tapi juga berbahaya. Diamnya Tri bisa ditafsirkan bahwa kekerasan politik halal selama pelakunya kader partai penguasa.
“Kalau begini terus, jangan-jangan besok rapat paripurna DPRD berubah jadi ring tinju. Fraksi vs fraksi, tiket bisa dijual online,” sindirnya.
PDIP dan PKB pernah mesra, bahkan berkoalisi mengusung pasangan Tri-Harris di Pilkada 2024. Namun sekarang, koalisi yang dulu disebut “solid” malah retak di tengah jalan gara-gara kader.
“Tri yang seharusnya jadi penengah malah pura-pura nggak lihat. Lha wong ini konflik di rumah sendiri, kok pemilik rumah kabur?” lanjut Mulyadi.
Ia juga mengingatkan, konflik internal DPRD ini bisa menggerus wibawa politik lokal.
“Kalau perkelahian fisik jadi tradisi, DPRD bukan lagi dewan kehormatan, tapi dewan gladiator. Demokrasi Bekasi bukan mati suri, tapi mati ketawa,” tutupnya dengan nada getir.***