Scroll untuk baca artikel
EkonomiNasional

Ini Harga Asli BBM, LPG, Listrik, dan Pupuk: Jika Tak Disubsidi, Bisa Bikin Dompet Ambruk

×

Ini Harga Asli BBM, LPG, Listrik, dan Pupuk: Jika Tak Disubsidi, Bisa Bikin Dompet Ambruk

Sebarkan artikel ini
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya buka kartu. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (30/9/2025), ia membongkar harga asli berbagai komoditas energi dan non energi.

Ternyata, harga yang dibayar masyarakat selama ini jauh lebih murah dari harga keekonomian—karena disubsidi APBN. Bahasa gampangnya, rakyat masih bisa bernapas bukan karena harga murah, tapi karena negara yang tekor.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Selama ini pemerintah menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat melalui subsidi dan kompensasi,” kata Purbaya.

Contoh pertama: solar. Harga aslinya Rp 11.950/liter. Tapi masyarakat hanya bayar Rp 6.800/liter. Sisanya Rp 5.150/liter dibayarkan APBN. Artinya, setiap kali isi solar, sebenarnya negara ikut nombok.

Pertalite juga sama. Harga keekonomiannya Rp 11.700/liter, tapi rakyat hanya keluar Rp 10.000. APBN menanggung Rp 1.700/liter atau sekitar 15%. Jadi kalau ada yang ngedumel “Pertalite mahal”, coba bayangkan kalau bayar full harga asli mungkin motor bukan lagi pakai BBM, tapi dorongan doa.

Minyak Tanah dan LPG 3 Kg: Tabung Gas Rasa Donasi Negara

Minyak tanah masih dapat subsidi jumbo. Harga aslinya Rp 11.150/liter, rakyat cuma bayar Rp 2.500. Artinya, 78% harga ditanggung negara. Ini mirip promo “beli satu bayar seperempat, sisanya sponsor pemerintah.”

Lalu LPG 3 kg, si tabung melon hijau kesayangan emak-emak. Harga aslinya Rp 42.750/tabung. Masyarakat hanya bayar Rp 12.750. Artinya, Rp 30.000/tabung ditanggung negara. Jadi tiap kali beli gas, sebenarnya bukan cuma isi dapur yang meledak, tapi juga anggaran negara yang kepanasan.

Listrik: Tarip Rakyat Diskon ala PLN, Tagihan Ditutup APBN

Rumah tangga 900 VA subsidi: harga aslinya Rp 1.800/kWh. Rakyat cuma bayar Rp 600/kWh. Sisanya Rp 1.200 ditutup negara (alias 67% harga).

Bahkan untuk 900 VA non-subsidi, rakyat tetap “dimanjakan”. Harga asli Rp 1.800/kWh, tapi yang dibayar hanya Rp 1.400/kWh. Selisih Rp 400 masih ditanggung APBN. Jadi, bahkan listrik non-subsidi pun sebenarnya masih ada “susu negara” yang mengalir di balik stop kontak.

Pupuk: Tanaman Pun Hidup dari Subsidi

Beralih ke sektor pangan. Pupuk urea seharusnya Rp 5.558/kg. Tapi petani cuma bayar Rp 2.250/kg. Artinya Rp 3.308 ditanggung negara (59%).

Pupuk NPK bahkan lebih dramatis. Harga asli Rp 10.791/kg. Rakyat hanya bayar Rp 2.300/kg. Jadi 78% harga pupuk digelontorkan APBN. Bisa dibilang, padi, jagung, dan sayur di sawah itu tumbuh lebih subur karena dipupuk oleh keringat fiskal.

Melihat angka-angka itu, jelas satu hal: kalau subsidi dicabut, harga BBM, LPG, listrik, dan pupuk bisa bikin rakyat pingsan berjamaah. Tapi di sisi lain, APBN juga megap-megap tiap liter, tiap tabung, tiap kilo pupuk adalah beban yang digendong negara.

Purbaya menyebut ini sebagai bentuk keberpihakan fiskal. “Ini akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” katanya.

Tapi rakyat tentu bisa menyindir balik: “Kalau subsidi salah sasaran, jangan-jangan yang kenyang malah konglomerat, sementara emak-emak masih berdebat di warung, ‘Gas habis jam segini? Ya Allah, negara kapan sih berpihak beneran?’”

SHARE DISINI!