TANGGAMUS – Tuntutan agar Kepala Pekon Tanjung Sari, Bulok, Kabupaten Tanggamus segera menanggalkan jabatannya, memasuki babak baru. Kekinian, ratusan warga, dipimpin langsung oleh Ketua BHP (Badan Hippun Pemekonan), telah mengajukan mosi tak percaya terhadap Kepala Pekon bernama Asrudin.
Tak main-main surat berisikan tentang dosa – dosa politik selama kepemimpinan Kakon Asrudin itu pun diteken 213 warga, jumlah yang cukup untuk bikin satu tim sepak bola lengkap dengan cadangan, wasit, dan penonton tribun.
Dokumen tersebut seperti surat cinta yang meminta sang Kakon Mundur atau dipecat, yang disalin berulang kali, lalu dikirim ke berbagai instansi sekaligus, mulai dari Kantor Kecamatan Bulok, DPMD, Inspektorat, Kejaksaan Negeri, hingga meja Bupati Tanggamus, pada Selasa (30/9/2025).
Tuduhan? Warga menuding sang Kakon hobi menyalahgunakan wewenang, pelit transparansi soal dana desa, plus gaya kepemimpinan yang lebih mirip preman pasar ketimbang pelayan masyarakat.
“Asrudin itu pernah janji di Musyawarah Desa bakal berubah. Tapi saat jadwal 27 September, dia malah ngilang. Janji tinggal janji, kayak caleg habis kampanye,” sindir Yobi Aprizal, salah satu warga yang ikut menggugat, terang-terangan kecewa.
Kemarahan warga makin meledak karena merasa kepemimpinan Asrudin sudah jauh melenceng dari jalur aspirasi rakyat. Surat resmi ini mereka sebut sebagai “jurus terakhir”, berharap Pemkab Tanggamus segera turun tangan sebelum situasi berubah jadi tontonan drama kolosal yang membuat “Geger Pekon Tanjung Sari.” dan Tanggamus.
“Saya berdiri tegak lurus di depan masyarakat. Bukan cuma ngomong, tapi saya sendiri yang mengumpulkan tanda tangan, lalu menyerahkan surat ke semua kantor dari kecamatan sampai bupati,”tegas Ketua BHP, Khopip Khoerudin, ikut angkat suara dengan gaya bak jenderal lapangan.
“Pokoknya tegas kalau masih dibilang warga belum serius, akan kasih lihat map tebalnya!” ujarnya sambil menekankan bahwa ini bukan sekadar ancaman ala warung kopi, tapi langkah nyata.
Bola panas sekarang ada di tangan Pemerintah Kabupaten Tanggamus. Apakah aspirasi 213 warga ini akan ditanggapi, atau justru dianggap angin lewat seperti mic di panggung dangdut yang mati mendadak?
Warga sudah menunggu. Dan kalau dibiarkan berlarut, bisa jadi berikutnya bukan cuma surat yang dikirim, tapi juga “konvoi keluh kesah” dengan toa keliling pekon.
Sampai saat ini, Asrudin sendiri belum memberi komentar. Bisa jadi ia sedang sibuk, entah menyusun klarifikasi, atau sekadar menyiapkan alasan klasik dengan tema jika aksi ratusan warga “Itu semua fitnah yang kejam dan tidak berdasar.”
Warga Tanjung Sari sudah lelah. Mereka menegaskan, jabatan kepala pekon bukan panggung sinetron, apalagi ladang bisnis keluarga. Kalau tidak bisa jadi bapak bagi warganya, lebih baik mundur saja dengan elegan, sebelum warga sendiri yang “menyutradarai ending cerita.”***