JAKARTA – Pemerintah menekan tombol merah untuk 2.039 kios pupuk yang kedapatan menjual pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Nilai permainan harga ini tidak main-main potensi kerugian petani ditaksir menembus Rp600 miliar per tahun.
Langkah tegas ini diumumkan langsung oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yang tampak sudah kehabisan stok kesabaran.
“Izin 2.039 kios ini kami cabut. Ini bukan warung bebas tawar-menawar, ini pupuk bersubsidi! Permainan harga sudah terlalu lama dibiarkan. Tapi bagi yang merasa benar, silakan klarifikasi ke Direksi bukan klarifikasi di grup WA,” tegas Amran dengan nada serius, Senin (13/10) di Jakarta.
Dari 27.319 kios pupuk di seluruh Indonesia, sebanyak 2.039 terbukti nakal. Dan ternyata, Lampung termasuk dalam daftar merah bersama Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.
Ironis, provinsi yang dikenal sebagai lumbung pangan dan penghasil kopi robusta ini justru ikut terciduk dalam praktik “jualan plus-plus”. Bedanya, ini bukan promo, tapi markup harga yang bikin petani megap-megap.
Rata-rata selisih harga mencapai Rp20.800 per sak Urea dan Rp20.950 per sak NPK. Bayangkan kalau seorang petani butuh 100 sak, bisa tekor untuk beli pulsa sekaligus solar traktor.
“Kalau ini dibiarkan sepuluh tahun, kerugiannya bisa sampai Rp6 triliun. Kasihan petani, mereka ujung tombak kita bukan ujung rekening kios,” lanjut Amran prihatin.
Digitalisasi ‘Ngintip’ Kios Nakal
Semua data pelanggaran kini dikumpulkan lewat sistem digital Kementan. Bukan gosip lapangan atau laporan “katanya”, tapi sistem yang merekam siapa jual apa, di mana, dan berapa.
Kementan menggandeng Satgas Pangan, Kepolisian, hingga Kejaksaan untuk menertibkan permainan harga yang selama ini jadi rahasia umum di kalangan petani semacam “open secret” yang baru sekarang benar-benar digaruk.
“Tidak boleh ada yang bermain dengan pupuk bersubsidi. Ini bukan barang kolektor, ini hak petani,” tegas Amran lagi, kali ini dengan nada seperti sedang mengajar anak magang yang salah takar dosis NPK.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), Rahmad Pribadi, menegaskan bahwa sistem pengawasan kini sudah digital dan real-time. Jadi, siapa pun kios yang iseng main harga, bisa langsung kena blokir sistem — mirip akun marketplace yang ketahuan jual barang palsu.
“Kalau ada kios melanggar, sistem kami langsung tutup. Kami juga pasang plakat peringatan di kios yang diperiksa, biar petani tahu mana yang jujur dan mana yang ‘mainan’,” jelas Rahmad.
Bahkan, jika satu kecamatan kehilangan kios karena pencabutan izin, PIHC memastikan petani tetap bisa beli pupuk di kecamatan sebelah. Artinya, pelayanan tetap jalan, meskipun kios nakal sedang “dieksekusi”.
Sementara itu, di beberapa kabupaten di Lampung mulai dari Lampung Timur hingga Tulangbawang, para petani mengaku tidak heran.
“Sudah biasa, Bang. Kadang harga naik duluan sebelum tanam padi,” celetuk seorang petani di Waway Karya sambil tertawa pahit.
Kios pupuk di Lampung kini jadi sorotan. Banyak yang mulai menurunkan papan harga buru-buru, takut disamakan dengan toko online yang kena banned karena mark-up ongkir.
Pemerintah berharap langkah tegas ini bisa menertibkan pasar pupuk bersubsidi, agar petani di Lampung dan seluruh Indonesia tidak lagi menjadi korban permainan harga oleh oknum yang mengira subsidi adalah peluang bisnis, bukan amanah negara.
“Pupuk itu ibarat darah bagi pertanian,” tutup Amran.
Langkah ini menjadi bukti nyata komitmen pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan kebijakan pupuk bersubsidi berjalan adil, transparan, dan pro-petani termasuk petani Lampung yang selama ini menanam dengan keringat, bukan dengan markup.***