PURWAKARTA — Dedi Mulyadi tampaknya mulai lelah melihat desa-desa di Jawa Barat jadi ‘ATM pajak’ yang ironis: menghasilkan pendapatan besar, tapi tetap miskin, becek, dan minim pembangunan.
Dalam Rapat Koordinasi Ketenagakerjaan di Gedung Sigrong Bale Sri Baduga, Selasa (14/10/2025), Gubernur Jabar yang akrab disapa KDM itu menegaskan niatnya untuk memprioritaskan pembangunan desa-desa penghasil pajak, terutama yang menjadi kawasan industri.
“Ada pabrik di situ, maka desa di sana harus menjadi prioritas untuk dibangun sampai tuntas,” ujar KDM.
Masalahnya, kata KDM, desa penghasil pajak sering kali seperti ibu tiri dalam rumah tangga ekonomi, bekerja keras, tapi jarang dibelikan baju baru. Kantor desanya reyot, jalannya bolong, sementara pabrik di sekitarnya berkilau seperti showroom mobil.
Lebih lucu lagi, kepala desanya kerap menagih bantuan ke perusahaan untuk urusan lomba tujuhbelasan atau Maulid Nabi padahal pajak besar sudah disetor ke negara.
“Setiap acara minta sumbangan, kayak RT lagi iuran karpet masjid,” sindir KDM, disambut tawa peserta rakor.
KDM berjanji bakal menyisir langsung ke kantor pajak untuk mengetahui berapa besar kontribusi tiap desa. “Saya ingin tahu, desa mana yang paling besar kontribusinya, dan nanti akan saya umumkan. Supaya adil, yang setor besar, ya dibangun besar,” katanya.
Dalam bahasa satirnya, KDM sedang menepuk bahu birokrasi yang terlalu lama berpura-pura lupa: desa penghasil pajak bukan cuma alat perah, tapi fondasi negara. Kalau dibiarkan tertinggal, rakyat akan menatap pabriknya sendiri seperti menonton bioskop tanpa tiket masuk.
“Jangan sampai desa jadi kawasan industri, tapi warganya nganggur, infrastrukturnya rusak, gizinya buruk, dan sekolahnya bocor,” tutupnya.***