Scroll untuk baca artikel
Lintas Daerah

78 Juta Batang Rokok Ilegal Disita, Bea Cukai Jabar: “Yang Asapnya Nikmat, Negara yang Sesak”

×

78 Juta Batang Rokok Ilegal Disita, Bea Cukai Jabar: “Yang Asapnya Nikmat, Negara yang Sesak”

Sebarkan artikel ini
Bupati Bogor Rudy Susmanto bersama Bea Cukai Jabar memusnahkan 1,8 juta batang Rokok Ilegal dan Minuman Keras di Pakansari, Selasa (21/10/2025).

BOGOR — Peredaran rokok ilegal di Jawa Barat tampaknya belum kunjung padam, bahkan terus mengepul seperti cerutu di warung kopi.

Hingga Oktober 2025, Kantor Wilayah Bea Cukai Jawa Barat mencatat sudah ada 78 juta batang rokok ilegal yang disita, dan angka itu diperkirakan menembus 90 juta batang hingga akhir tahun.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kepala Kanwil Bea Cukai Jabar Finari Manan mengungkapkan, sebagian besar rokok ilegal tersebut ditemukan di warung-warung kecil, toko kelontong, hingga kios pinggir jalan.

“Peredarannya marak karena harganya murah. Banyak ditemukan di Cirebon, Purwakarta, Bogor, dan Bandung,” kata Finari saat kegiatan pemusnahan barang bukti di Stadion Pakansari, Cibinong, Selasa (21/10).

Rokok Murah, Kerugian Mahal

Dalam kegiatan pemusnahan itu, Bea Cukai bersama Pemkab Bogor dan Forkopimda memusnahkan 1,8 juta batang rokok ilegal, minuman beralkohol, dan tembakau iris dengan nilai total mencapai Rp2,8 miliar.

Dari hasil penindakan tersebut, negara berhasil menyelamatkan potensi kerugian sekitar Rp1,4 miliar.

“Dari kegiatan ini, potensi kerugian negara sebesar Rp1,4 miliar berhasil diselamatkan. Ini wujud nyata sinergi pusat dan daerah dalam menjaga penerimaan negara serta menekan peredaran barang ilegal,” ujar Finari.

Namun di balik angka itu, terselip ironi lama rokok tanpa pita cukai masih lebih mudah ditemukan daripada rokok dengan iklan pesan moral.

Harga murah membuatnya laris di kalangan masyarakat menengah ke bawah, meski risikonya jelas—baik bagi kesehatan, maupun bagi hukum.

Asal Usul Asap: Dari Madura ke Bandung

Finari menjelaskan, mayoritas rokok ilegal berasal dari Madura, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dengan Jawa Barat sebagai jalur pemasaran dan transit.

“Cirebon itu episentrum terbesar. Setelah itu Purwakarta, dan Bogor ikut ramai. Jalur distribusi Jawa Barat sangat strategis,” ungkapnya.

Dengan posisi Jabar sebagai jalur logistik nasional, rokok ilegal kerap ikut “menumpang distribusi sah”, ibarat penumpang gelap di truk yang resmi.

Bea Cukai pun mengibaratkan situasi ini seperti “perang gerilya asap” barang datang dari timur, dijual di barat, tapi yang menanggung kehilangan justru kas negara.

Ancaman Hukum: Lima Tahun atau Rp5 Miliar

Finari mengingatkan bahwa rokok ilegal bukan sekadar urusan harga murah, tapi juga pelanggaran pidana serius.

“Sesuai Pasal 54 Undang-Undang Cukai, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp5 miliar,” tegasnya.

Tak hanya produsen, pihak yang menjual, menimbun, membeli, bahkan mengonsumsi rokok ilegal pun dapat dijerat sanksi.

Sayangnya, banyak masyarakat yang belum sadar bahwa membeli rokok tanpa pita cukai sama saja ikut menyekolahkan anak mafia pajak, bukan anak sendiri.

Pemkab Bogor: Perang Tak Bisa Sendiri

Bupati Bogor, Rudy Susmanto, yang hadir dalam kegiatan itu, mengapresiasi kerja sama lintas lembaga antara Bea Cukai, Pemda, dan aparat penegak hukum.

Menurutnya, penindakan terhadap rokok dan minuman keras ilegal bukan hanya soal penerimaan negara, tapi juga perlindungan masyarakat dari barang berisiko.

“Langkah yang kami ambil belum sempurna. Untuk menuntaskan masalah ini dibutuhkan peran aktif masyarakat, bukan hanya pemerintah,” kata Rudy.

Ia menegaskan, pengawasan tidak bisa hanya mengandalkan razia. Kepedulian warga menjadi kunci utama menekan peredaran barang tanpa izin.