WAY KANAN — Jika Anda berkunjung ke Desa Srimenanti, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, jangan lupa bawa perahu bukan mobil. Sebab, jalan utama di kampung itu kini lebih mirip empang ikan gabus ketimbang jalur transportasi manusia.
Selama lebih dari sepuluh tahun, jalan Srimenanti rusak tanpa perbaikan berarti. Aspal lenyap, lubang menganga, dan setiap kali hujan turun, warga bisa sekaligus berwisata “pancing lumpur.”
“Sudah kayak kolam ikan, Bang. Tiap lewat motor bisa tenggelam setengah,” keluh Fahmi, warga Srimenanti, berdasarkan rilis, Rabu (22/10/2025).
Sepuluh Tahun Jalan di-PHP, Warga Sudah Hafal Lubang
Fahmi mengaku, warga Srimenanti sudah bosan menunggu janji manis dari pemerintah kampung dan kabupaten. Jalan utama yang seharusnya menjadi urat nadi ekonomi justru berubah jadi urat sabar warga.
“Pejabat kampung dan kabupaten itu kayaknya sudah kebal lumpur. Kami tiap hari nyemplung, mereka entah ke mana,” sindirnya.
Warga lain, Fikri dan Peri, menambahkan bahwa kondisi jalan yang rusak parah membuat aktivitas ekonomi lumpuh. Mobilitas warga terganggu, dan banyak pemuda akhirnya memilih merantau karena merasa kampung mereka tidak memberi masa depan.
“Jalan ini satu-satunya akses ke sekolah, ke puskesmas, ke pasar. Tapi kondisinya begini terus. Kami sudah lebih dulu hafal lubang daripada hafal doa qunut,” ujar Fikri sambil tertawa pahit.
CSR Perusahaan Tebu: Hilang Manisnya, Tinggal Janjinya
Yang membuat warga makin heran, Kampung Srimenanti mendapat dana CSR dari perusahaan tebu PT PSMI. Namun entah menguap ke mana, jalan tetap berlubang, sementara yang manis hanya tinggal janji di udara.
“CSR itu kan tanggung jawab sosial perusahaan, tapi di kampung kami kayaknya ‘Cuma Sekadar Retorika’,” kata Fahmi, bermain kata dengan nada getir.
Warga mempertanyakan mengapa dana CSR tidak diarahkan untuk memperbaiki jalan utama yang sudah rusak belasan tahun.
“Mungkin CSR-nya sudah habis buat beli plang ucapan selamat datang, tapi lupa jalan menuju plang-nya,” celetuk Peri.
Musim Hujan: Jalan Jadi Seluncuran Lumpur
Kondisi makin parah saat musim hujan. Jalan berlubang berubah jadi kubangan licin, membuat pengendara harus ekstra hati-hati bukan karena rambu, tapi karena nasib.
“Kalau jatuh, yang luka bukan cuma lutut, tapi juga harga diri. Masa jalan kampung sendiri lebih bahaya dari sirkuit Mandalika,” ujar Fikri dengan nada kesal.
Jalan rusak itu membentang dari area permukiman hingga Tugu Selamat Datang Kampung Srimenanti. Ironisnya, tugu masih gagah, tapi jalan di depannya menyerah.
Pejabat Kampung: Hilang Sejak Jalan Rusak
Warga juga mempertanyakan kehadiran kepala kampung yang seolah raib bersamaan dengan hilangnya aspal di jalan mereka.
“Sudah belasan tahun rusak, tapi pejabat kampung diam saja. Hati nurani mereka mungkin sudah ikut tertimbun lumpur,” ujar Peri.
Ia menambahkan, Srimenanti kini tertinggal jauh dari kampung tetangga yang jalannya mulus dan terang benderang.
“Kami bukan minta jalan tol, Bang. Cukup jalan yang bisa dilewati sandal jepit tanpa takut nyangkut,” katanya lirih tapi sinis.
Warga Minta Pemerintah Jangan Tutup Mata (Atau Tutup Hidung)
Warga Srimenanti berharap Pemkab Way Kanan segera turun tangan. Jalan yang hancur bukan sekadar soal estetika, tapi juga keselamatan dan ekonomi.
“Kami cuma minta satu: jangan cuma datang waktu kampanye, datanglah juga waktu ban motor kami nyangkut di lubang,” ujar Fahmi.
Sementara itu, warga berpesan agar pengendara yang melintas di wilayah Srimenanti berhati-hati. “Kalau mau lewat sini, siap-siap mandi lumpur gratis. Tapi jangan marah, itu bonus dari pemerintah,” tutup Fikri, separuh serius, separuh lelah.***