TANGGAMUS — Belum genap setengah tahun sejak proyek senilai belasan miliar itu rampung, permukaan jalan beton di ruas Umbar–Putih Doh, Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus, sudah retak dan mengelupas.
Program Inpres Jalan Daerah (IJD) tahun 2024 dan digadang-gadang sebagai solusi infrastruktur justru memantik kecurigaan publik ada apa di balik proyek miliaran rupiah yang cepat rusak ini?
Pasalnya, baru dua bulan setelah dinyatakan rampung alias PHO, permukaan rigid beton di sejumlah titik mulai mengelupas dan retak, hal itu memunculkan kecurigaan adanya pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi.
Keluhan warga kini semakin meluas, terutama di ruas-ruas yang baru saja diperbaiki secara tambal sulam.
“Baru beberapa bulan selesai, tapi sudah ngelotok semua. Tambalannya cuma disiram-siram semen,” ujar salah satu warga setempat, Jumat (31/10/2025).
“Proyek Cari Untung, Kualitas Jadi Korban”
Ketua Solidaritas Pemuda Peduli Pembangunan (SP3) Kabupaten Tanggamus, Supriansyah menilai, kondisi ini mencerminkan lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan proyek yang menggunakan dana negara miliaran rupiah.
Menurutnya, indikasi pekerjaan asal jadi menguat seiring munculnya sejumlah komplain masyarakat sejak awal proyek berjalan.
“Kita paham pengusaha pasti cari untung, tapi jangan ugal-ugalan. Ada batasannya, ada juknis dan spesifikasi yang wajib dipatuhi,” tegas Ketua SP3 kepada Wawai News, Minggu (2/11/2025).
SP3 mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan audit investigatif menyeluruh, guna memastikan tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan anggaran maupun pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
“Proyek ini nilainya bukan kecil, Rp14 miliar. Kalau kualitasnya seperti ini, publik berhak curiga bahwa ada yang tidak beres,” katanya.
Proyek Prioritas IJD, Tapi Hasilnya Mengecewakan
Berdasarkan data yang dihimpun Wawai News, proyek tersebut merupakan bagian dari program Inpres Jalan Daerah (IJD) 2024, hasil usulan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Provinsi Lampung senilai Rp33 Juta melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 2.2.
Proyek dengan panjang sekitar 3,5 kilometer itu menelan biaya Rp33 miliar dari DIPA IJD 2024, menggunakan konstruksi Rigid FS 38 dengan lebar 5–5,5 meter dan masa pengerjaan 6–8 bulan.
Namun sejak tahap awal pembangunan, warga sudah menyoroti kualitas material pasir yang digunakan. Material tersebut diketahui berasal dari Sungai Way Badak, Pekon Tanjung Raja, yang dinilai bercampur dengan tanah.
“Saya sempat ingatkan ke tukang proyek supaya jangan pakai pasir itu, karena banyak tanahnya. Tapi tetap dipakai. Ya hasilnya begini, cepat rusak,” ujar seorang warga, 30 Agustus 2024 lalu.
Kekhawatiran warga bukan tanpa dasar. Pasalnya, pada pertengahan 2024, mereka sempat melakukan audiensi ke pihak kepolisian agar sebagian ruas jalan yang diduga dikerjakan asal jadi dibongkar ulang.
Namun, dari permintaan pembongkaran sepanjang 200 meter, hanya sekitar 100–150 meter yang akhirnya diperbaiki.
“Waktu itu cuma setengah yang dibongkar, sisanya dibiarkan. Katanya masih layak, tapi sekarang sudah rusak lagi,” keluh warga lain.
Banyak Pihak Terlibat
Proyek ini melibatkan banyak pihak dalam rantai pelaksanaannya. Informasi di lapangan menyebut PPK bernama Andi, kontraktor pelaksana Rifki, dengan CV milik Angga, dan kontraktor utama Oki Irawan.
Adapun konsultan pengawas disebut terdiri dari tiga orang perempuan, meski namanya tidak disebutkan oleh warga.
Dalam praktik di lapangan, pengawasan dinilai lemah dan tidak konsisten. Beberapa warga mengaku tidak pernah melihat perwakilan konsultan hadir saat proses pengecoran berlangsung.
“Biasanya datang cuma waktu mau tanda tangan laporan, bukan waktu kerja,” ujar salah satu warga.
PPK Klaim Sudah Selesai dan Layak
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Lampung, Saswito Wibowo, menyatakan proyek tersebut telah selesai dan diserahterimakan (PHO) pada 21 Agustus 2025.
“Sekitar 3,75 kilometer diaspal, dan 250 meter sisanya menggunakan konstruksi rigid beton. Dulu kondisinya rusak parah, sekarang jauh lebih baik,” jelas Saswito sebagaimana rilis yang diterima Wawai News.
Meski demikian, pernyataan itu berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan yang kini justru kembali rusak di sejumlah titik utama, terutama di tikungan dan jalur tanjakan yang sering dilalui kendaraan berat.
Audit Publik, Uji Moralitas Pembangunan
Ketua SP3 menilai, proyek ini harus menjadi uji moralitas bagi pemerintah daerah dan kontraktor pelaksana. Ia mendesak agar aparat penegak hukum (Kejaksaan, BPKP, dan Inspektorat) turun langsung melakukan pemeriksaan teknis dan keuangan.
“Kalau memang dikerjakan sesuai RAB, kenapa rusak secepat ini? Kalau tidak sesuai, berarti ada unsur kelalaian atau pelanggaran hukum. Ini bukan sekadar jalan, tapi soal tanggung jawab publik,” tegasnya.
Hal lain lanjutnya yang masih menggantung terkait adanya perbaikan yang harusnya 200 meter sesuai permintaan warga, tapi tidak terlaksana, hal itu harus menjadi pintu masuk APH.***












