GOWA — Malam Minggu yang seharusnya jadi waktu bersantai, mendadak berubah jadi tragedi di Lingkungan Pekanglabbu, Kelurahan Tetebatu, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa.
Dua pria RHB (41) dan mertuanya AT (57) tewas bersimbah darah setelah terlibat cekcok dengan tetangga sendiri, MSE (50), gara-gara volume musik dan miras yang kelewat semangat.
Insiden berdarah itu terjadi pada Minggu (2/11/2025) sekitar pukul 22.34 Wita, jam di mana sebagian warga mulai tidur, tapi sebagian lain justru baru pemanasan.
Pelaku MSE awalnya hanya bermaksud menegur, karena suara musik pesta miras di rumah korban sudah seperti konser dadakan. Namun, teguran yang seharusnya jadi pendingin suasana justru berubah jadi pemantik emosi.
Cekcok pun tak terhindarkan. Kata bersahutan, nada meninggi, dan dalam hitungan detik tragedi pun terjadi.
Pelaku yang kehilangan kendali mengambil sangkur dari bawah jok motor, lalu menikam dada RHB. Korban meninggal di tempat.
Melihat menantunya tersungkur, AT spontan mengambil badik dan mencoba melawan.
Tapi, upaya heroik itu justru berakhir tragis pelaku balik menikam perutnya. AT sempat dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong.
Usai aksi brutal itu, MSE tidak kabur, tidak sembunyi di kebun pisang, tidak juga minta perlindungan paranormal.
Ia menyerahkan diri ke Polres Gowa. Entah karena penyesalan, atau karena sadar bahwa drama ini sudah keburu jadi berita nasional.
Kanit Resmob Polres Gowa, Ipda Andi Muhammad Alfian, membenarkan peristiwa ini.
“Benar, telah terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku MSE. Ada dua korban yang merupakan tetangga pelaku sendiri. Saat ini pelaku sudah menyerahkan diri dan tengah menjalani pemeriksaan,” ujarnya, Senin (3/11/2025) dini hari.
Polisi kini masih mendalami motif dan kronologi lengkap. Namun, dari cerita yang beredar di kampung, semua berawal dari volume speaker yang tak tahu sopan santun waktu.
Ironisnya, di banyak daerah, teguran semacam ini sering dianggap hinaan. Padahal, pelaku mungkin hanya ingin tidur tenang setelah seharian kerja.
Tapi di tengah budaya “semua masalah bisa diselesaikan dengan emosi dan benda tajam,” kadang satu teguran bisa berujung dua pemakaman.
Kasus ini jadi pengingat getir bahwa kadang bisingnya musik lebih berbahaya dari sepinya malam. Dan di negeri yang katanya ramah ini, tetangga masih bisa berubah jadi pembunuh hanya karena dangdut koplo dan segelas minuman keras.***








