LAMPUNG TIMUR – Malam pergantian tahun yang seharusnya ditutup dengan doa dan harapan justru berakhir duka di Kecamatan Way Jepara, Lampung Timur. Kepala Desa Braja Asri, Darusman, meninggal dunia setelah terinjak gajah liar saat memimpin langsung upaya penghalauan kawanan satwa tersebut dari area persawahan dan perkebunan warga.
Peristiwa tragis itu terjadi pada Rabu (31/12/2025) sekitar pukul 10.30 WIB, di wilayah perbatasan antara hutan Taman Nasional Way Kambas dan lahan pertanian milik warga.
Ironisnya, Darusman tidak sedang menjalankan urusan administratif desa, melainkan “turun gunung” menghadapi persoalan klasik yang tak pernah benar-benar selesai, konflik manusia dan gajah.
Menurut keterangan warga, sejak Selasa malam (30/12/2025), kawanan gajah liar telah masuk ke area persawahan dan perkebunan karet.
Seperti biasa, warga berupaya menghalau dengan cara tradisional—teriakan, bunyi-bunyian, dan keberanian yang sering kali lebih besar daripada perlengkapan keselamatan.
Darusman, yang dikenal aktif dan enggan hanya memberi instruksi dari balik meja, ikut berada di garis depan. Namun nahas, saat proses penghalauan berlangsung pada pagi hari, salah satu gajah berbalik arah dan mengamuk.
Dalam hitungan detik, sang kepala desa terjatuh dan terinjak-injak hewan berbelalai tersebut.
“Benar, mas. Kejadiannya tadi. Pak Kades langsung dibawa ke rumah sakit,” ujar seorang warga setempat saat dikonfirmasi Wawai News.
Korban sempat dilarikan ke fasilitas kesehatan terdekat dan mendapat perawatan intensif di RSUD Sukadana, Lampung Timur.
Pihak rumah sakit sempat merujuk korban ke RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung. Namun takdir berkata lain, Darusman menghembuskan napas terakhirnya dalam perjalanan, sebelum rujukan tersebut tercapai.
Video yang beredar di masyarakat memperlihatkan Darusman digotong warga bersama aparat kepolisian keluar dari area perkebunan karet, sebuah adegan pilu yang sekaligus menampar kesadaran publik: di wilayah ini, konflik manusia dan satwa bukan sekadar wacana seminar atau bahan laporan tahunan, melainkan risiko nyata yang bisa merenggut nyawa.
Hingga berita ini diturunkan, kawanan gajah dilaporkan masih berada di area persawahan. Warga kembali berjaga, mencoba menghalau agar satwa tersebut kembali ke habitatnya dengan cara yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya, dan dengan kekhawatiran yang juga sama..
Sementara itu, belum ada keterangan resmi dari pihak Taman Nasional Way Kambas terkait insiden tersebut. Di tengah duka mendalam, publik pun kembali bertanya dengan nada getir namun jujur: sampai kapan konflik antara manusia dan gajah hanya diselesaikan dengan keberanian warga dan pengorbanan aparat desa?
Darusman gugur bukan di ruang rapat, bukan pula di balik podium sambutan akhir tahun, melainkan di sawah, bersama warganya.
Sebuah akhir tahun yang pahit, sekaligus pengingat keras bahwa di Lampung Timur, menjaga desa kadang berarti berhadapan langsung dengan alam tanpa banyak pilihan, tanpa cukup perlindungan. ***













