Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
WAWAINEWS.ID – Ada empat isu terkait (biaya) pendidikan minggu-minggu ini. Pertama, pembangunan sekolah ber-asrama oleh Presiden Prabowo. Kedua, Provinsi Jakarta mulai menggratiskan sekolah swasta. Ketiga, komitmen Kalimantan Tengah membebaskan biaya pendidikan. Keempat, adanya krisis dokter spesialis.
Pada forum halal bihalal purnawirawan TNI, Presiden Prabowo (pemerintah pusat) mengungkapkan akan mendirikan sekolah ber-asrama. Tahap pertama dibangun 50 lokasi. Diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Tidak memiliki kemampuan membiayai pendidikannya. Bahkan tempat tinggalnya tidak layak. Pada kelompok ini diberi threatmen khusus. Disekolahkan dan diberi asrama. Agar mata rantai kemiskinan terputus.
Isu kedua terkait sekolah gratis untuk swasta. Di Jakarta. “Mulai 2025 Sekolah Swasta Jakarta Gratis SPP-Uang Pangkal”. Begitu berita berbagai media. Jakarta memang akan membebaskan sejumlah sekolah swasta. SD, SMP, sampai SMA.
Untuk sekolah negeri, jenjang SD, SMP, SMA, sudah digratiskan. Bukan hanya di Jakarta. Akan tetapi seluruh Indonesia. Pembiayannya melalui skema program Wajib Belajar 12 tahun maupun BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
Jakarta merupakan salah satu yang pertama membuat program sekolah swasta gratis. Tidak semua. Hanya sekolah yang berada dalam kluster 1 s.d 3. Ialah sekolah penerima BOS selama tiga tahun terakhir tanpa terputus, siswa memiliki NIK Jakarta, jumlah siswanya tidak boleh kurang 60 siswa.
Isu berikutnya berasal dari provinsi Kalimantan Selatan. Menganggarkan biaya pendidikan senilai Rp, 2,3 T. Termasuk untuk membiayai kuliah gratis bagi 10.000 mahasiswa.
Selain Kalteng, terdapat pula program KJMU (Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul) di Jakarta. Untuk keluarga kurang mampu. Jabar Future Leaders Scholarship (JFLS) dari pemerintah provinsi Jawa Barat. Kota Blitar, Kota Surabaya, Kabuaten Tasikmalaya, Provinsi Papua dan Papua Barat.
Secara umum biaya kuliah di Indonesia tidak gratis. Harus biaya secara mandiri. Kecuali program KIP Kuliah dan LPDP.
Program KIP kuliah merupakan modifikasi dari bidikmisi untuk jenjang S1. Diperuntukkan bagi mahasiswa kurang mampu. Sedangkan program LPDP diperuntukkan bagi jenjang S2-S3. Untuk mencetak pemimpin dan professional unggul. Lebih menekankan pada prestasi.
Secara statistik, terdapat 20-30% mahasiswa PTN mendapat program KIP. Sedangkan program LPDP hanya menjangkau kurang dari 5% mahasiswa pascasarjana.
Isu keempat adalah adalah kelangkaan dokter spesialis di Indonesia. Baru memiliki 47.454 dokter spesialis dengan rasio 0,17 per 1000 penduduk. Idealnya membutuhkan 78 ribu dokter spesialis. Disebabkan oleh biaya sekolah yang mahal dan pelarangan bekerja ketika menjalankan studi.
Berdasarkan data itu, terdaat lebih dari 60% siswa S1 yang harus menyediakan pembiayaan mandiri bagi pendidikannya. Lebih banyak lagi mahasiswa pascasarjana yang tidak ter- cover biaya pendidikan. Maka banyak potensi mahasiswa cerdas takut untuk bermimpi studi pada universitas unggulan. Terbentur biaya.
Berdasar realitas itu, perlu didorong partisipasi APBD setiap daerah untuk investasi SDM daerah. Memberi porsi biaya gratis kuliah bagi mahasiswanya dari APBD. Di luar program-program yang sudah ada.
Penentuan sasaran mahasiswanya dilakukan berdasarkan skoring. Bukan lagi pada kategori mahasiswa miskin dan berprestasi. Melainkan berbasis jurusan dan universitas unggulan yang dibutuhkan dunia kerja. Agar kebutuhan tenaga professional unggul terpenuhi. Kelangkaan dokter spesialis tidak terjadi lagi.
Berdasarkan pemeringkatan, terdapat 10 jurusan yang paling diburuhkan dunia kerja saat ini.
- Teknik Informatika / Ilmu Komputer,
- Manajemen / Bisnis,
- Teknik Industri,
- 4. Kedokteran / Kesehatan/Farmasi,
- Akuntansi / Keuangan,
- Pendidikan (PGSD, B. Inggris, Matematika),
- Teknik Sipil / Arsitektur ,
- Ilmu Hukum ,
- Ilmu Komunikasi,
- Agribisnis / Teknologi Pertanian.
Jurusan-jurusan ini memiliki skor paling tinggi untuk diprioritaskan mendapat beasiswa gratis kuliah.
Skoring kategori kedua berdasarkan akreditasi universitas negeri: unggul, baik sekali, baik. Atau peringkat internasional sebuah perguruan tinggi. Semakin tinggi peringkatnya, semakin besar skornya. Minimal dalam peringkat 50 top dunia, jika harus kuliah di luar negeri.
Sebagai contoh adalah mahasiswa jurusan Teknik Informatika dari universitas negeri terakreditasi unggul. Maka ia merupakan mahasiswa peringkat pertama yang diberi kuliah gratis. Begitu peringkat-peringkat selanjutnya.
Skoring itu akan menghindarkan politisasi program beasiswa seperti kasus pemotongan dana KIP di Cirebon. Skoring berdasarkan prioritas kebutuhan dunia kerja juga memastikan ketersediaan SDM unggul pada sektor-sektor strategis.
Melalui beasiswa dengan sistem skoring, siswa SMA akan berpacu mengejar prestasi. Masuk jurusan-jurusan dan universitas-universitas unggulan. Karena diberikan biaya kuliah secara gratis. Apalagi jika ditambah living cost selama studi.
• ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)