Scroll untuk baca artikel
Lampung

Aspirasi Dibenturkan Tembok Kekuasaan, Insan Pers di Lampung Tengah Guncang DPRD dan Pemkab

×

Aspirasi Dibenturkan Tembok Kekuasaan, Insan Pers di Lampung Tengah Guncang DPRD dan Pemkab

Sebarkan artikel ini
Foto: Puluhan wartawan dan wartawati yang tergabung dalam Forum Wartawan Lintas Media (FWLM) Kabupaten Lampung Tengah menggelar aksi damai di depan Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lampung Tengah, Senin (29/12/2025)

LAMPUNG TENGAH – Puluhan wartawan dan wartawati yang tergabung dalam Forum Wartawan Lintas Media (FWLM) Kabupaten Lampung Tengah menggelar aksi damai di depan Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lampung Tengah, Senin (29/12/2025).

Aksi bertajuk “FWLM Lampung Tengah Bersuara” itu menjadi simbol perlawanan sunyi insan pers terhadap kebijakan yang dinilai mengebiri hak hidup media lokal.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Aksi berlangsung tertib. Tak ada teriakan provokatif, apalagi tindakan anarkis. Namun pesan yang disampaikan justru keras dan menggugat, negara melalui pemerintah daerah dinilai abai terhadap keberlangsungan pers.

“Kami datang bukan membawa kekacauan, tapi membawa luka,” ujar Riki Antoni, salah satu perwakilan FWLM, dalam orasinya. Ia menegaskan bahwa kehadiran para jurnalis bukan untuk menekan kekuasaan, melainkan mengingatkan fungsi demokrasi yang seharusnya dilindungi, bukan dipersulit.

Menurutnya, aksi solidaritas ini berangkat dari satu tuntutan mendasar: penegakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Regulasi tersebut, kata Riki, seharusnya menjadi rujukan utama pemerintah daerah dalam mengelola hubungan kemitraan dengan media, bukan malah dijadikan formalitas yang dikesampingkan.

BACA JUGA :  Petani Sawit di Lamsel Stress, 20 Kilogram TBS Hanya Dapat Sekilo Beras

“Kami berdiri di rumah rakyat ini sebagai warga negara, sekaligus sebagai ‘anak’ yang mempertanyakan ke mana perginya periuk nasi kami,” ucapnya dengan nada getir sebagaimana dikutip Wawai News, Selasa (30/12/2025).

“Kami menangis dalam diam, bertanya dalam sunyi: apa salah kami hingga diperlakukan seperti anak tiri?” tambahnya, menyuarakan kegelisahan kolektif insan pers se-Lampung Tengah.

Dalam orasi tersebut, FWLM secara gamblang menyampaikan lima tuntutan utama kepada DPRD Lampung Tengah. Di antaranya, mengembalikan anggaran publikasi media dalam APBD murni 2026 yang sebelumnya dihapus pada masa kepemimpinan mantan Bupati Ardito Wijaya, yang kini diketahui tengah berhadapan dengan proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain itu, FWLM mendesak pergantian pejabat Sekretariat DPRD yang dinilai menjadi pemicu kekisruhan akibat penerapan aturan teknis yang memberatkan dan memicu konflik dengan media.

Mereka juga menuntut pembayaran anggaran publikasi yang belum direalisasikan, serta meminta agar Peraturan Bupati tahun 2021 tidak lagi dijadikan tameng untuk menghindari kewajiban pembayaran.

BACA JUGA :  Dewan Pers Desak Istana Pulihkan ID Wartawan CNN Indonesia

Tuntutan lainnya mencakup evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme kerja sama media dan desakan atas transparansi pengelolaan anggaran publikasi, guna mencegah kecurigaan dan dugaan praktik tidak sehat.

Tak hanya DPRD, kritik tajam juga diarahkan kepada Pemkab Lampung Tengah, khususnya kepada Plt. Bupati I Komang Koheri beserta jajaran. FWLM meminta transparansi penuh dalam pengelolaan anggaran media, baik di Sekretariat DPRD maupun Dinas Kominfo.

Insan pers juga mendesak revisi aturan kerja sama (MoU) yang dinilai sarat persyaratan teknis berlebihan dan tidak berpihak pada realitas kerja jurnalistik.

Mereka bahkan meminta agar wartawan dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan anggaran publikasi agar alokasinya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, sekaligus mendorong penambahan nilai anggaran publikasi di Dinas Kominfo.

Namun ironi justru mencapai puncaknya saat aksi digelar di Kantor DPRD Lampung Tengah. Tak satu pun anggota dewan terlihat hadir untuk menemui massa aksi. Aspirasi insan pers seolah dibiarkan menggantung di udara, tanpa jawaban dan tanpa empati.

Alasan klasik pun kembali disuguhkan, dinas luar. Keterangan tersebut disampaikan oleh Kepala Bagian Persidangan Sekretariat DPRD kepada massa aksi. Bagi para jurnalis, alasan itu terdengar klise dan menyakitkan.

BACA JUGA :  Warga Minta Tambang Pasir Liar di Way Seputih Dihenti, Pemilik Sebelumnya Dipenjara?

Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPRD seharusnya menjadi ruang pertama bagi warga, termasuk insan pers, untuk menyampaikan keluh kesah. Namun yang terjadi justru sebaliknya, pintu aspirasi tertutup rapat, sementara wakil rakyat menghilang dari tanggung jawabnya.

FWLM menegaskan, aksi ini bukan tentang ambisi kekuasaan. Mereka tidak meminta jabatan, apalagi kemewahan. Yang mereka tuntut sederhana: hak yang dikembalikan dan keadilan yang ditegakkan, agar keluarga mereka di rumah masih bisa tersenyum tanpa dihantui kecemasan ekonomi.

“Kami datang dengan hormat, dan berharap pulang dengan kepastian,” tegas para peserta aksi.

“Jika demokrasi membutuhkan pers yang kuat, maka sudah seharusnya pers tidak dibiarkan lapar,” pungkas mereka.

Aksi ini sekaligus menjadi pengingat pahit bagi Lampung Tengah, daerah yang menjunjung falsafah Beguwai Jejamo Waway, bahwa jargon kebersamaan akan kehilangan makna jika suara pers, pilar keempat demokrasi, justru diabaikan oleh mereka yang duduk di kursi kekuasaan. ***