Disampaikan Oleh: Yusuf Blegur
WAWAINEWS.ID – Tuhan telah memberi sinyal, terbukti penguasa saling menjegal, menebar intimidasi dan teror. Mengancam membongkar kebobrokan dan potensi penjara bagi masing-masing. Pejabat menangkap pejabat, polisi membunuh polisi dan sesama koruptor terus berperang. Tunggu saja saat Tuhan benar-benar bertindak, tak melulu hanya menyampaikan pesan.
Potret paling nyata dan jujur dari republik saat ini tak lain dan tak bukan adalah keprihatinan. Kemerdekaan Indonesia yang susah payah diperjuangkan hanya menyajikan perpindahan kekuasaan dari bangsa asing kepada kekuasaan oligarki. Awalnya membuat getir kaum imperialis, hingga 78 tahun usia proklamasi, negeri tak berubah masih diliputi tirani. Kekayaan alam habis dikuras secara legal oleh korporasi internasional. Perampok dan maling lokal berkuasa secara konstitusional. Birokrasi dan aparat hanya berupa gerombolan elit yang emosional dan brutal. Rakyat hanya mendapat sisa-sisa remahan dari pesta pora pemilik modal, mafia dan para pejabat pembual.
BACA JUGA: Didampingi 26 Pengacara, Yusuf Blegur Beri Klarifikasi di Polres Depok
Hari-hari penyelenggaraan negara terus diwarnai kejahatan pribadi dan institusional. Praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme semakin kuat menjadi tradisi dan gaya hidup pemangku kepentingan publik. Mulai dari personal dan organisasi penyimpangan terus dilakukan secara terstruktur, sistematik dan masif. Kecurangan, penyimpangan dan bahkan penindasan benar-benar telah menjadi terhormat dan disegani. Penjahat berkedok pejabat begitu angkuh memamerkan uang, kekuasaan dan populeritas. Rakyat terdiam, terpaku dan pasrah tak bisa berbuat apa-apa.
Elit politik saling menjegal berebut pengaruh dan kekuasaan. Saling mengancam dan siap membongkar kebobrokan yang konspiratif. Bagi yang tersandera skandal kebusukan moral, harus rela terseret permainan politik yang rendah dan menghinakan. Pola transaksional tak selalu memburu material, tak jarang lebih karena dalam rangka keamanan dan keselamatan diri, keluarga dan kolega. Dalam istilah yang diperhalus, konstelasi dan konfigurasi petinggi negara penat diliputi pertarungan posisi tawar. Presiden kepada menterinya, presiden kepada lembaga tinggi negara, presiden kepada komisi pelayanan publik dan termasuk presiden kepada partai politik dengan irisannya di legislatif, eksekutif dan yudikatif. Saling mengancam, menebar intimidasi dan teror kerap menyelimuti perilaku kekuasaan, tanpa sedikitpun peduli pada rakyat yang justru menjadi korbannya.
BACA JUGA: Buku Yusuf Blegur ‘Jokowi Pahlawan atau Penghianat’ Diapresiasi
Rakyat kehilangan tanah dan rumahnya, entah tergusur atau dirampas oligarki. Rakyat sulit mengenyam pendidikan, sekalipun di sekolah berstatus negeri, apalagi yang dikelola swasta. Rakyat kesulitan mendapat gas elpiji dan harus membayar mahal BBM. Rakyat harus terbebani berat utang negara dan membayar pajak tinggi yang mencekik, sementara subsidi kebutuhan pokok rakyat terus dicabut. Lebih miris lagi, bukan hanya lemahnya daya beli masyarakat, sebagian rakyat di pedesaan bersaing dengan perkotaan berlomba-lomba menyandang kemiskinan. Semua keprihatinan dan ketidaklayakan yang mendera rakyat itu, bahkan seiring sejalan saat segelintir penyelenggara negara bersama oligarki pengusaha dan partai politik mempertontonkan, membanggakan dan mencintai kekayaan serta tabiat kekuasaan yang berbasis korup dan kejahatan kemanusiaan.
Manipulasi konstitusi, mengebiri demokrasi dan membunuh hak asasi, tak selamanya berjaya. Kekuasaan manusiapun pun ada batasnya, terlebih saat Tuhan mulai melakukan intervensi. Ada sinyal dan pesan dari kekuasaan Tuhan merespon doa kaum teraniaya dan tertindas yang mampu mengguncang kekuatan tirani. Doa rakyat yang terpinggirkan dan menjadi korban kekuasaan zolim, mampu menggerakan simpati dan empati pemilik jagad raya yang hakiki untuk melahirkan seorang pemimpin dan agenda perubahan yang melekat di dalamnya. Sejarah dan peradaban manusia menjadi bukti sekaligus saksi nyata, Tuhan selalu ada dan menghadirkan seorsng pemimpin yang jujur, amanah, syiar dan cerdas di antara rakyat yang lemah dan kekuasaan rezim yang absolut sekalipun.
BACA JUGA: Setelah Surya paloh, Jokowi ingin ketemu Anies?
Nabi Ibrahim alaihissalam dengan Raja Namrud, Nabi Musa alaihissalam dengan Raja Firaun hingga Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam menjadi pelajaran sekaligus pencerahan yang nyata bagi umat manusia di dunia. Tak ada kekuasaan yang abadi, tak ada kejahatan yang tak bisa dikalahkan, terutama ketika Tuhan membersamai kaum yang lemah, yang tertindas dan teraniaya sembari memanjatkan doa meminta pertolongan dan perubahan.
Pun, bagi rakyat Indonesia yang menjadi muslim terbesar di dunia, betapapun rezim pemerintahan meminggirkan peran umat Islam dan cenderung Islamophobia. Kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Perubahan itu kian tak terbendung bersama kekuatan rakyat dan umat. Karena sesungguhnya, bagi rakyat perubahan adalah kedaulatan. Kedaulan rakyat sekaligus kedaulatan Tuhan yang hadir pada setiap pemimpin pada zamannya. Ya, setiap pemimpin ada zamannya dan setiap zaman ada pemimpinnya. Selamat datang perubahan, selamat atas doa pemimpin yang mengiba pada kekuasaan Tuhan.
Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.
Bekasi Kota Patriot.
10 Muharram 1445 H/28 Juli 2023.