BLORA — Menteri ESDM Bahlil Lahadalia kembali mengaduk-aduk sumur tua. Bukan untuk bernostalgia, tapi untuk memompa semangat swasembada energi nasional, meski lewat sumur-sumur yang umurnya mungkin lebih tua dari kebijakan APBN.
Dalam kunjungan ke Lapangan Migas Ledok, Blora, Kamis (17/7/2025), Bahlil menjelaskan dengan mantap bahwa sumur tua bukan berarti tidak produktif, apalagi kalau dikelola dengan cinta dan sedikit insentif fiskal.
“Supaya lifting minyak kita naik, masyarakat kerja tidak was-was, dan oknum-oknum yang biasanya doyan menakut-nakuti bisa pensiun dini,” tegasnya sambil menatap cerah sumur yang sudah aus namun penuh harapan.
Sumur tua didefinisikan dalam Permen ESDM 1/2008 sebagai sumur minyak yang sudah ditinggal kontraktor aktif dan kini lebih mirip janda energi, potensial tapi perlu perhatian.
Kini lewat Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025, pemerintah mengajak BUMD, koperasi, dan UMKM masuk ke arena eksplorasi. Koperasi bukan lagi hanya jualan sabun dan gula, tapi juga bisa jualan minyak mentah. Modernisasi namanya.
“Yang penting masyarakat legal. Jangan cuma legal saat pilkada, giliran narik minyak dibilang liar,” sindir Bahlil ringan.
Bahlil membeberkan hitung-hitungan sederhana: satu sumur bisa menghasilkan 3–5 barel sehari.
Dengan harga minyak sekitar US$ 70 dan pembagian hasil 70:30, setiap sumur bisa panen sekitar Rp2 juta per hari. Hitung kasar, bisa lebih cepat dari hasil tanam cabe rawit atau investasi kripto yang nyangkut.
Lebih menarik lagi, satu sumur bisa menyerap 10 tenaga kerja. Artinya, selain mengangkat minyak, juga mengangkat ekonomi rakyat. Ekonomi sirkular versi sumur tua minyak naik, dapur ngebul.
Lapangan Cepu kini punya delapan struktur aktif: Wonocolo, Ledok, Semanggi, hingga Gabus. Dikelola bersama oleh Pertamina EP, KUD, dan BUMD alias kolaborasi antara raksasa migas dan rakyat yang biasa ngumpulin arisan.
“Kalau rakyat diberi legalitas, bukan hanya minyak yang keluar dari tanah. Tapi juga rasa percaya diri dan peluang ekonomi,” kata Bahlil, yang tampaknya makin betah berkubang di ladang minyak daripada rapat-rapat di Jakarta.
Pemerintah akhirnya sadar, masa depan energi bisa datang dari masa lalu, selama ada kemauan, sedikit regulasi yang masuk akal, dan niat untuk tidak diganggu oknum. Di saat banyak proyek tambang raksasa justru berujung lubang, sumur tua rakyat mungkin jadi oase atau setidaknya, sumur rezeki yang tidak bikin konflik horizontal.
Sumur tua bukan hanya tentang minyak, tapi tentang kedaulatan rakyat atas tanahnya sendiri, tanpa harus jadi korban investasi raksasa yang sering kali hanya meninggalkan… amdal dan air mata.***