Scroll untuk baca artikel
Head LineLampung

Bermodal Izin Lingkungan, Bangunan Permanen Berdiri di Lahan Register 38 Desa Bandar Agung

×

Bermodal Izin Lingkungan, Bangunan Permanen Berdiri di Lahan Register 38 Desa Bandar Agung

Sebarkan artikel ini
Bangunan permanen di lahan register tanpa IMB, kades dan Kadus sebut itu pelanggaran - foto doc

LAMPUNG TIMUR – Lagi bangunan permanen ditemukan di atas lahan register 38, Lampung Timur. Kali ini terlihat di Simpang Wakidi, Desa Bandar Agung, Kecamatan Sribhawono.

Terpantau bangunan permanen tersebut diatas lahan diperkirakan seluas 1600 meter persegi dibangun dengan konstruksi beton bertulang, dilengkapi pengeboran sumber air bersih.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Bangunan tersebut menyerupai perkantoran tertentu, namun peruntukkan pastinya belum diketahui karena belum ada plang nama.

Kepala Desa Bandar Agung, Kecamatan Sribhawono, Lampung Timur Aldi Guntoro, saat dikonfirmasi awak media terkait bangunan permanen yang baru berdiri disekitaran simpang Wakidi tersebut mengakui tidak mengetahui peruntukannyanya.

“Pemerintah desa hanya menerima surat izin lingkungan, bukan izin pendirian bangunan,”ungkap Aldi sebagaimana dikutip Wawai News, Minggu 25 Mei 2025.

BACA JUGA :  MIRIS! Bayi Malang Ditemukan Terapung Diantara Tumpukan Sampah di Lampung Timur

Dia menegaskan terkait bangunan permanen di sekitar Simpang Wakidi tersebut, desa telah mengingatkan pemilik bangunan untuk melengkapi izin mendirikan bangunan (IMB). Hal itu agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.

Hal senada juga disampaikan Kepala Dusun VII Desa Bandar Agung, yang menjelaskan bahwa pemilik usaha awalnya hanya mengurus izin lingkungan dari warga sekitar untuk lapak pengeringan serabut kelapa.

Namun, ironisnya, bangunan permanen yang kini berdiri tidak memiliki izin yang sah.

“Lingkungan hanya memberikan tembusan izin lingkungan kepada pemerintah desa, bukan izin mendirikan bangunan. Kalau dilihat sekarang, itu jelas-jelas menyalahi aturan,”paparnya.

Lahan Register Diperjual Belikan

Untuk diketahui bahwa, ketidakmampuan manajerial aparatur penyelenggara negara dalam mengatasi kerusakan hutan menjadikan lahan register 38 di Lampung Timur makin rusak dengan maraknya pembangunan semi dan permanen di kawasan hutan lindung tersebut bahkan ada transaksi jual beli diatas lahan hutan lindung tersebut.

BACA JUGA :  Arus Lalulintas di Jalinbar Masih Normal, H-1 Natal Diprediksi Melonjak

Lemahnya pengawasan dan buruknya implementasi tata kelola hutan telah mengakibatkan kawasan hutan register 38 di Lampung Timur semakin rusak dan berubah menjadi peladangan dan lahan kritis dan banyak ditemukan bangun permanen dan semi permanen.

Seperti di jalan Ir Sutami dari desa Sidorejo ke Sribhawono lahan register 38, tidak hanya jadi pemukiman warga, ada bangunan usaha berskala besar seperti retail perdagangan, perseroan terbatas atau berlabel pusat dagang. Bahkan kabel dan meteran listrik milik PLN berseliweran di lahan hutan lindung tersebut,

Menurut peta wilayah Kementerian Kehutanan RI, kawasan Register 38 Gunung Balak merupakan hutan lindung yang berfungsi sebagai serapan air.

Pada awalnya, warga diperbolehkan melakukan tumpangsari untuk kehidupan mereka, tetapi tidak diizinkan membangun permukiman permanen. Ironisnya, saat ini kawasan tersebut telah berubah menjadi desa yang dihuni ribuan warga.

BACA JUGA :  Dua Warga Pasir Sakti Tertangkap Usai Maling Dinamo Kincir Air Tambak

Selain itu, kawasan hutan lindung tersebut menjadi objek perdagangan, dengan banyak pohon besar sebagai pelindung serapan air yang telah ditebang oleh masyarakat.

Lebih memprihatinkan, lahan di kawasan Register 38 Gunung Balak kerap diperjualbelikan antar warga tanpa tanda bukti kepemilikan yang sah.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan kerusakan lingkungan dan pelanggaran peraturan terkait pengelolaan kawasan hutan lindung.

Diharapkan ada langkah tegas dan pengawasan yang lebih serius dari pemerintah desa, kabupaten, hingga dinas terkait untuk melindungi kawasan Register 38 Gunung Balak demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat***