JAKARTA – Baru dilantik, dua menteri pada Kabinet Merah Putih (KMP) Presiden Prabowo mulai menuai kontroversi dan menjadi sorotan publik.
Pertama adalah Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) sudah menuai kontroversi terkait penggunaan surat resmi pemerintah untuk acara pribadi.
Hal tersebut menyusul unggahan dari mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, yang mengkritik tindakan Mendes dari PAN tersebut.
Mahfud MD melalui postinganya kemarin 22 Oktober 2024 menyebut seorang menteri baru yang mengirimkan undangan untuk acara Haul (peringatan hari wafat) ibunya dan syukuran di pondok pesantren menggunakan surat dengan kop dan stempel resmi kementerian.
Ia menegaskan bahwa bahwa penggunaan kop surat dan stempel resmi pemerintah tidak boleh digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarga, termasuk acara yang melibatkan pondok pesantren dan organisasi masyarakat.
Untuk itu, Ia mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menggunakan atribut dan simbol-simbol pemerintahan untuk menjaga integritas dan kredibilitas lembaga negara.
“Postingan ini memicu perhatian publik dan menjadi sorotan terkait etika surat-menyurat pejabat negara,”tandasnya.
Diketahui bahwa Presiden Prabowo Subianto melantik sejumlah menteri, wakil menteri, kepala lembaga dan utusan khusus presiden di Istana Negara pada Senin dan Selasa, 21-22 Oktober 2024.
Ada dua menteri dan satu utusan khusus presiden yang langsung mendapatkan sorotan publik.
Dua Menteri Prabowo tersebut adalah Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto dan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.
Yusril soal Peristiwa 1998 bukan pelanggaran HAM
Sebelumnya, Menko Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengklarifikasi pernyataannya soal peristiwa 1998 bukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Yusril merasa pernyataannya disalahpahami, sebab dia mengklaim tidak terlalu mendengar pernyataan wartawan.
“Kemarin tidak begitu jelas apa yang ditanyakan kepada saya apakah terkait masalah genocide atau kah ethnic cleansing? Kalau memang dua poin itu yang ditanyakan, memang tidak terjadi pada waktu 1998,” kata Yusril di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024.
Ia pun menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bakal mengkaji seluruh rekomendasi dan temuan pemerintah-pemerintah terdahulu soal peristiwa 98. Begitu juga dengan pernyataan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mengakui pelanggaran HAM berat pada 1998.***