LAMPUNG TIMUR — Suasana Desa Telogorejo, Kecamatan Batanghari, mendadak seperti mimpi indah para petani terlihat padi menguning, pejabat berdatangan, dan kamera media siaga penuh pada Kamis (7/8/2025).
Semua demi merayakan panen raya yang lebih mirip peragaan sinergi lintas instansi daripada sekadar panen padi. Yang paling mencolok dari hajatan ini bukan traktor atau hasil panen, melainkan parade pejabat dari segala penjuru.
Kajati Lampung Danang Suryo Wibowo, Dirjen Hortikultura, Anggota DPR RI Dwita Ria Gunadi, Bupati Lamtim Ela Siti Nuryamah, hingga Pincab BRI dan jajaran Forkopimcam. Entah panen atau rakor nasional terselubung.
Program ini digagas Kejaksaan Negeri Lampung Timur dalam semangat membela petani dan memberantas kejahatan pangan, dari mafia pupuk hingga makelar gabah.
Kajari Pofrizal dengan bangga menyampaikan bahwa keberhasilan petani Telogorejo adalah bukti “jaksa juga bisa tanam padi, bukan hanya pasal.”
“Kami dorong bantuan alat pertanian dan distribusi hasil panen yang fair. Sudah saatnya petani menang, bukan malah kena tipu tengkulak berkedok ‘pembeli setia’,” ujarnya, sambil berharap desa-desa lain ikut meniru, walau tanpa jaminan perlindungan saksi bagi petani yang trauma janji pejabat.
Bupati Ela, dalam gaya khas pidato ‘optimis membumi’, menyampaikan dukungannya terhadap program Kejaksaan.
“Ini contoh luar biasa dari sinergi antara penegak hukum dan pemerintah. Kita tidak hanya menanam padi, tapi menanam harapan,” ujarnya, dengan retorika mirip iklan Kementan.
Teh Ela menyebut panen ini sebagai bagian dari target besar 2025 perluasan lahan 4.900 hektar. Target yang terdengar indah di atas podium, meski di lapangan kadang kalah oleh genangan dan garong pupuk subsidi.
Kajati Danang Suryo Wibowo, yang tampaknya lebih cocok jadi Menteri Pertanian dadakan, menyampaikan orasi kebijakan yang menusuk ke akar persoalan regulasi membelit, subsidi tersendat, dan tengkulak merajalela.
“Ketahanan pangan itu bukan slogan. Itu keberpihakan nyata. Kalau petani kita terus dihantam utang dan gabahnya dijual murah, lalu kita swasembada untuk siapa?” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahaya alih fungsi lahan, yang dengan satir ia sebut sebagai “konspirasi legal dari aspal dan tembok bata”.
“Jangan sampai sawah jadi komplek perumahan elite dengan nama ‘Griya Padi Asri’. Sawah kita bukan lahan spekulan,” ujarnya disambut anggukan setengah malu dari pihak DPRD.
Tak tanggung-tanggung, Kejaksaan menyodorkan delapan program pendampingan pertanian: edukasi hukum, CSR pertanian, bantuan benih, bahkan peran sebagai calo legal proyek pertanian ke kementerian pusat.
“Petani itu bukan pelaku kriminal. Mereka hanya kurang akses dan terlalu sering disuruh sabar,” ujar Kajati.
Ia menambahkan, Kejaksaan siap jadi ‘satpam pangan nasional’ yang mengawal sawah dari kriminalisasi hingga korporatisasi.
Kepala Bulog Metro, Harmein Indra Pohan, menambahkan bahwa panen raya ini bukan sekadar hasil kerja petani, melainkan momen kebangsaan. Entah apakah itu berarti gabah akan langsung masuk gudang atau masuk press release dulu.
“Ini simbol sinergi. TNI, Polri, Kejaksaan, semua turun ke sawah. Sayangnya, pupuk kadang masih nyasar ke gudang mafia,” ujarnya.***