Scroll untuk baca artikel
Lampung

Bupati Lamtim Serius Cegah Kekerasan Perempuan dan Anak, Tapi Minta Warga Jangan Hanya Jadi Penonton

×

Bupati Lamtim Serius Cegah Kekerasan Perempuan dan Anak, Tapi Minta Warga Jangan Hanya Jadi Penonton

Sebarkan artikel ini
Bupati Lampung Timur, Ela Siti Nuryamah, memimpin rapat koordinasi penguatan peran masyarakat dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, Senin (01/10/2025). - foto doc

LAMPUNG TIMUR – Bupati Lampung Timur, Ela Siti Nuryamah, kembali mengingatkan bahwa isu kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan sekadar urusan pasal hukum atau laporan polisi, melainkan panggilan kemanusiaan.

“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada keterlibatan masyarakat mulai dari desa, sekolah, hingga keluarga,” tegas Bupati Ela dalam rapat koordinasi pencegahan kekerasan perempuan dan anak, Senin (01/10/2025), di Aula Sekretariat Daerah.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Acara dihadiri Forkopimda, OPD, organisasi perempuan, hingga lembaga perlindungan anak. Diskusinya serius: soal kader desa, pengawasan lingkungan, sosialisasi ke sekolah, sampai reaktivasi forum perlindungan anak.

Namun, di balik rapat yang penuh jargon itu, publik sering bertanya: kenapa kasus kekerasan tetap saja muncul tiap minggu di berita? Jangan-jangan, forum pencegahan hanya ramai di aula ber-AC, tapi sunyi di lapangan.

Bukankah ironis, saat negara sibuk bikin spanduk “Stop Kekerasan Anak”, di waktu yang sama, bocah SD masih bisa ditampar di rumah, remaja SMP bisa jadi korban perundungan, bahkan ada yang merekamnya untuk konten TikTok?

Bupati Ela menegaskan, anak-anak adalah masa depan bangsa. “Sudah menjadi tugas kita bersama untuk memastikan mereka tumbuh dalam lingkungan sehat, aman, dan penuh kasih sayang,” ujarnya penuh semangat.

Sayangnya, kalimat klise itu sering jadi PR abadi: dari era Orde Baru sampai era gadget, masalahnya sama anak-anak masih saja jadi korban kekerasan, sementara para orang dewasa sibuk saling melempar tanggung jawab.

Kalau memang komitmen ini dijalankan serius, mungkin di masa depan kita tak lagi dengar berita anak SMP duel pakai gunting, atau balita ditelantarkan orang tuanya. Tapi kalau masih sebatas rapat, stempel, dan foto bareng, jangan kaget kalau lima tahun lagi rapat serupa kembali digelar dengan judul yang sama.

Karena pada akhirnya, pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan soal banyaknya spanduk kampanye, tapi seberapa sering orang dewasa mau menahan tangannya sendiri.***

SHARE DISINI!