TANGGAMUS – Rotasi dan mutasi pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten Tanggamus hingga kini masih jadi tanda tanya besar. Padahal, sejak Moh. Saleh Asnawi dilantik sebagai Bupati, belum sekali pun ada pergeseran jabatan struktural, baik di level eselon II, III, maupun IV.
Kondisi ini memicu sorotan publik. Sebab, banyak posisi strategis yang masih kosong dan hanya diisi oleh pejabat pelaksana tugas (Plt). Mulai dari kepala seksi, kepala bidang, kepala dinas, hingga kepala badan—semua menunggu keputusan definitif.
Saat dikonfirmasi usai menghadiri Groundbreaking Hydrogen Pilot Project Plan Ulubelu, baru baru ini, Bupati Tanggamus juga mantan anggota legislatif di Tangerang Selatan dari NasDem ini pun akhirnya buka suara.
“Ya, kalau untuk pelantikan jabatan itu pasti, tapi sifatnya silent saja. Kita punya cara sendiri, ada penilaian sendiri. Insyaallah semua klir dalam waktu dekat, baik eselon III maupun eselon II,” ujar Saleh Asnawi.
Pernyataan ini menegaskan mutasi adalah keniscayaan, hanya saja waktunya masih dirahasiakan.
Bupati Saleh menekankan bahwa kapabilitas dan integritas menjadi syarat utama. Bahkan ia tak segan menggandeng pihak independen untuk menilai kecakapan pejabat.
“Tentu kita libatkan pihak luar kalau seandainya itu tidak melanggar aturan. Kenapa tidak?” tegasnya.
Artinya, pola lama yang kerap dipenuhi lobi, titipan, dan kompromi politik berpotensi dipangkas.
Bupati juga mengingatkan jajarannya untuk bekerja sesuai budaya kerja “jalan lurus” tanpa menyalahgunakan kewenangan.
“Saya selalu ingatkan agar tidak ada permainan. Baik proyek fisik, pindah pegawai, ataupun naik jabatan. Bagi pihak ketiga yang melaksanakan proyek, silakan asal tidak keluar dari ketentuan dan harus sesuai bestek,” tegas Saleh.
Pernyataan ini sekaligus sinyal keras agar tidak ada praktik jual beli jabatan maupun kongkalikong proyek yang selama ini sering jadi penyakit kronis birokrasi daerah.
Secara regulasi, seorang kepala daerah bisa melakukan rotasi-mutasi setelah enam bulan masa jabatan, tanpa izin Mendagri. Artinya, sejak 21 Agustus 2025, Bupati Saleh sudah punya “karpet merah” untuk melakukan mutasi besar-besaran.
Namun kenyataannya, mutasi justru ditahan. Di balik layar, muncul desas-desus bahwa sedang dipersiapkan “badai mutasi” di sejumlah OPD. Spekulasi ini semakin menguat karena kosongnya kursi strategis justru membuka ruang manuver politik dan birokrasi.
Bupati Saleh Asnawi tampaknya sedang memainkan strategi “main silent”: membiarkan isu mutasi bergulir di kalangan ASN, sambil menunggu waktu yang tepat untuk merombak total jajaran birokrasi.***













