Scroll untuk baca artikel
Lampung

Dikira Pahlawan, Ternyata Provokator: Drama Klasik Sengketa Hutan dan Pejabat ‘Baperan’ di Lampung Barat

×

Dikira Pahlawan, Ternyata Provokator: Drama Klasik Sengketa Hutan dan Pejabat ‘Baperan’ di Lampung Barat

Sebarkan artikel ini

LAMPUNG BARAT – Proses penyitaan lahan dalam kawasan hutan negara oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Kejaksaan Agung di Pekon Sidomulyo, Kecamatan Pagar Dewa, Lampung Barat, berubah jadi tontonan tragikomedi.

Alih-alih disambut dengan kopi dan karpet merah, aparat justru disambut aksi penghadangan ala sinetron kolosal lengkap dengan masyarakat yang diduga ‘dimobilisasi’ oleh dua aktor utama Peratin Sidomulyo dan Wakil Ketua I DPRD Lampung Barat.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Dua nama ini rupanya bukan pendatang baru dalam dunia real estate hutan lindung. Mereka sebelumnya sudah masuk dalam daftar “pemain lama” versi Aktivis Germasi, karena diduga gemar menggarap kawasan hutan seperti mengelola ladang warisan pribadi.

BACA JUGA :  Bendera Merah Putih Robek Berkibar di Taman Makam Pahlawan Tanggamus

Kawasan yang dipersoalkan? Bukan kaleng-kaleng: Register 43B Krui Utara dan Suaka Margasatwa Gunung Raya dua kawasan yang secara hukum sakral, tapi sayangnya malah dianggap sebagai peluang bisnis oleh pihak-pihak yang merasa kebal hukum.

Lucunya, kedua pejabat ini datang membawa “senjata rahasia” berupa peta dan SK Gubernur. Klaim mereka, tanah itu milik rakyat. Fakta hukum: itu kawasan hutan negara. Tapi ya namanya juga “pejabat”, suka lupa bedakan antara surat tanah dan surat undangan kawinan.

“Mereka berlindung di balik SK Gubernur, padahal status kawasannya jelas: hutan lindung dan suaka margasatwa. Kalau begini caranya, bukan hanya melawan hukum, tapi sudah layak disebut pengkhianat lingkungan nasional,” tegas Ridwan Maulana, Founder Germasi, sambil menyesap kopi dan kesabaran, sebagaimana dilansir Wawai News, Jumat 1 Agustus 2025.

BACA JUGA :  Warga Kampung Sukajaya Diduga Manipulasi Lahan eks TDA Melalui Program PTSL

Kuasa hukum Germasi, Hengki Irawan, bahkan menyebut aksi penghadangan itu sebagai bentuk obstruction of justice alias perintangan hukum. Dalam bahasa sederhana, ngaco total.

Menurutnya, tak ada satu pun SK Gubernur yang bisa membatalkan status kawasan hutan negara kecuali Tuhan sendiri turun tangan. Tapi ini bukan sinetron religi.

“Ini bukan cuma soal menguasai lahan negara secara ilegal, tapi juga soal melecehkan supremasi hukum. Double combo penyerobotan dan penghalangan hukum. Luar biasa,” ujar Hengki, dengan nada antara prihatin dan heran.

Germasi juga mendesak Kejaksaan Agung untuk tidak sekadar menertibkan lahan, tapi juga menertibkan oknum pejabat yang kebanyakan akal dan minim etika.

Mereka curiga, penguasaan lahan di Register 43B dan Suaka Margasatwa Gunung Raya ini bukan kerja dadakan, tapi kerja jangka panjang yang didukung jaringan mafia tanah berbalut jubah kekuasaan lokal.

BACA JUGA :  Asosiasi Jurnalis Online Lampung DPD Tanggamus Gelar Rakor Internal

“Ini bukan konflik rakyat lawan negara, tapi konflik kepentingan elite yang menunggangi rakyat,” ucap Ridwan, sambil menegaskan bahwa Germasi siap membuka pintu sejarah kelam penguasaan hutan oleh elite lokal.

Satgas PKH belum mengeluarkan pernyataan resmi. Tapi sumber internal menyebut Kejaksaan tengah menyelidiki potensi tindak pidana lanjutan, termasuk peran oknum politisi dalam menunggangi isu agraria demi keuntungan pribadi.***