BANDUNG — Langit pendidikan Jawa Barat bakal sedikit lebih teduh setidaknya di pagi hari setelah Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat memastikan kesiapannya menjalankan kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang melarang peserta didik membawa kendaraan pribadi ke sekolah.
Larangan ini bukan sekadar wacana di atas kertas. Melalui Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 45/PK.03.03/KESRA bertajuk 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya, tertanggal 6 Mei 2025, aturan ini resmi menyalakan lampu merah bagi pelajar yang gemar “gaspol” ke sekolah.
“Sudah jelas tertulis di poin enam surat edaran tersebut. Jadi bukan sekadar imbauan, tapi kebijakan yang harus dijalankan bersama,” ujar Kepala Disdik Jabar, Purwanto, di Bandung, Jumat (31/10/2025).
Dari Jalanan ke Trotoar: Pendidikan Dimulai dari Langkah Kaki
Purwanto menegaskan, larangan ini bukan untuk mempersulit siswa, tapi untuk mendidik kedisiplinan dan keselamatan sejak dini. Disdik Jabar bahkan sudah menggandeng Dinas Bina Marga agar kebijakan ini tidak berujung pada parade pelajar di bahu jalan.
“Kami sedang survei titik-titik yang jaraknya dekat dengan sekolah. Fokusnya bukan hanya melarang, tapi memastikan ada trotoar yang aman dan nyaman. Kalau bisa, sambil jalan kaki anak-anak juga bisa saling sapa, bukan saling klakson,” ucapnya dengan nada bersahabat.
Surat Edaran Turunan dan Pengawasan Bersama
Sebagai tindak lanjut, Sekretaris Disdik Jabar Deden Saepul Hidayat menyebut pihaknya telah mengeluarkan Surat Nomor 4389/PK.01.01/DISDIK tanggal 11 Juni 2025. Surat ini mempertegas koordinasi antara cabang dinas, sekolah, dan orang tua untuk memastikan aturan berjalan tanpa gesekan.
“Prinsipnya kami siap. Sosialisasi sudah dilakukan, dan pengawasan berjalan melibatkan pengawas sekolah serta orang tua,” jelas Deden.
Tak tanggung-tanggung, Disdik Jabar juga menggandeng aparat keamanan. Melalui Surat Gubernur Nomor 3771 dan 3772/RT.03.04/DISDIK, tertanggal 23 Mei 2025, pihaknya resmi meminta Pangdam III/Siliwangi dan Kapolda Jabar untuk turut mendampingi pelaksanaan di lapangan.
“Pendampingan ini penting, karena kita ingin disiplin tanpa intimidasi, dan tertib tanpa perlu sirine,” imbuhnya.
Sekolah Menyambut Positif, Daerah Minta Adaptasi
Secara umum, sekolah-sekolah di Jawa Barat menyambut baik kebijakan ini. Selain demi keselamatan, larangan ini diharapkan bisa mengurangi citra pelajar sebagai “pembalap subuh” di jalanan.
Namun, tak semua wilayah punya fasilitas transportasi umum yang memadai. Beberapa sekolah di daerah meminta penyesuaian agar kebijakan tidak menjadi beban bagi siswa yang harus menempuh jarak jauh.
“Masukan dari daerah kami catat semua. Kami ingin kebijakan ini mendidik, bukan menghukum. Prinsipnya proporsional dan manusiawi,” tutup Deden.
Kalau dulu orangtua khawatir anaknya lupa bawa buku, kini mungkin khawatir anaknya kelamaan di jalan. Tapi bukankah pendidikan sejati dimulai dari belajar menaati aturan sederhana?
Daripada ngebut ke sekolah tapi nilainya nyungsep, lebih baik jalan kaki sambil menghirup udara pagi siapa tahu, di antara langkah-langkah itu tumbuh juga kesadaran: bahwa keselamatan adalah pelajaran pertama yang tidak diajarkan di buku, tapi dijalankan di kehidupan.***















