BEKASI – Puluhan pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Barisan Muda Bekasi menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah III Jawa Barat, Senin (14/7/2025).
Aksi ini dipicu oleh pernyataan kontroversial dari Plt. Kepala KCD III, Elis Lisnawati, yang menyarankan siswa yang tidak lolos ke SMA Negeri agar masuk ke sekolah terbuka.
Sayangnya, saran tersebut justru memantik amarah publik terutama dari kalangan pegiat pendidikan.
Pasalnya, sekolah terbuka selama ini dikenal sebagai opsi terakhir bagi mereka yang putus sekolah, bukan untuk siswa yang gagal diterima karena keterbatasan kuota di sekolah negeri.
Ketua Barisan Muda Bekasi, Juhartono, menyayangkan pernyataan dari pejabat yang menurutnya tidak memahami esensi keadilan dalam pendidikan.
“Kami tidak sangka pejabat berpendidikan, duduk di kursi empuk, makan gaji rakyat, bisa berpikir setumpul itu. Statement beliau emosional, tidak rasional, dan sama sekali tidak menyentuh nurani,” tegas Juhartono dari atas mobil komando.
Menurutnya, menyarankan anak-anak masuk sekolah terbuka hanya karena tidak tertampung di negeri, ibarat menyuruh penumpang pesawat yang kehabisan tiket naik layangan. Lucu, tapi menyakitkan.
Juhartono juga menyinggung pelanggaran terhadap Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan bahwa negara wajib membiayai pendidikan dasar dan menengah.
“Ini bukan soal sekolah mana yang murah atau praktis. Ini soal masa depan anak-anak bangsa. Jangan jadikan sekolah terbuka sebagai tong sampah kebijakan yang gagal atur kuota!” seru Juhartono.
Lebih lanjut, massa aksi juga mendesak transparansi penuh dalam proses SPMB 2025, khususnya di wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi. Mereka menuntut data kuota siswa, jumlah rombongan belajar (rombel), hingga angka pasti siswa yang diterima di setiap sekolah negeri.
“Masyarakat sudah tahu permainan klasik, jual beli bangku. Jadi jangan salahkan kami kalau akhirnya turun ke jalan. Kami bukan pengangguran, kami pejuang akses pendidikan!” tambah Juhartono dengan semangat membara.
Barisan Muda Bekasi berjanji akan terus mengawal isu ini, bahkan tidak menutup kemungkinan menggandeng LSM, aktivis pendidikan, hingga tokoh agama untuk menekan pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan.
“Anak-anak kita bukan tumbal sistem zonasi atau korban spreadsheet penuh warna. Mereka punya hak belajar di sekolah negeri, tanpa perlu ‘kenalan dalam’ atau amplop dalam,” tutup Juhartono disambut riuh tepuk tangan.***