Scroll untuk baca artikel
Lingkungan HidupTANGGAMUS

DLH Tanggamus Soroti Limbah Dapur MBG Dadimulyo: Program Sehat Tak Boleh Hasilkan Pencemaran

×

DLH Tanggamus Soroti Limbah Dapur MBG Dadimulyo: Program Sehat Tak Boleh Hasilkan Pencemaran

Sebarkan artikel ini
Kepala Bidang Tata Lingkungan, DLH Kabupaten Tanggamus, Asep Apriyadi,

TANGGAMUS Program makan bergizi semestinya mengenyangkan dan menyehatkan, bukan malah menebar aroma tak sedap di tengah pemukiman. Itulah yang kini terjadi di Pekon Dadimulyo, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, tempat dapur Program Makanan Bergizi (MBG) beroperasi tapi diduga meninggalkan “oleh-oleh” berupa limbah cair berbau menyengat yang mencemari lingkungan.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tanggamus akhirnya angkat bicara. Melalui Kepala Bidang Tata Lingkungan, Asep Apriyadi, DLH memastikan akan segera turun tangan untuk menindaklanjuti keluhan warga.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Memang betul, SPPG MBG Dadimulyo belum pernah berkoordinasi dengan kami. Padahal, meski program ini nasional, tetap harus lapor ke DLH. Kami yang memastikan semua sesuai kaidah lingkungan, termasuk perizinan dan pengelolaan limbah,” ujar Asep, tegas tapi menahan nada geram.

BACA JUGA :  Pendamping Pekon Sampang Turus, Kembalikan Silpa Rp20 juta

Menurut Asep, pengelola dapur MBG seharusnya tidak hanya fokus mengolah bahan makanan, tetapi juga mengolah limbahnya.

Karena aktivitas memasak dalam skala besar selalu menghasilkan limbah minyak dan air kotor yang, jika tak diolah, bisa berubah jadi sumber pencemaran.

“Idealnya, mereka punya IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Air limbah harus diuji di laboratorium agar benar-benar aman dibuang. Kalau itu dilakukan, enggak akan ada bau, enggak akan ada sumur warga yang tercemar,” jelasnya.

DLH menilai, persoalan ini muncul bukan karena programnya salah, melainkan karena pelaksanaannya abai terhadap aspek lingkungan.

“Program MBG itu bagus, menyehatkan anak bangsa. Tapi kalau air buangannya bikin warga batuk-batuk, ya itu namanya gizi tidak seimbang,” sindir Asep.

DLH Tanggamus berjanji tak hanya akan melakukan kunjungan simbolik. Mereka akan melakukan pengecekan teknis di lapangan, memastikan sumber bau, memeriksa saluran pembuangan, dan mengevaluasi sistem pengelolaan limbah.

BACA JUGA :  Jengkel, Warga Pekon Sidorejo Gotong Royong Pebaiki Jalan Rusak Milik Kabupaten Tanggamus

“Kami akan turun memastikan kondisi di lapangan. Kalau ada pelanggaran, tentu akan ada pembinaan, bahkan bisa sampai rekomendasi sanksi,” kata Asep.

Ia juga menyebutkan, penanganan persoalan limbah ini akan melibatkan lintas sektor Dinas Kesehatan, DPMPTSP, dan pihak pengelola SPPG MBG Dadimulyo agar ada solusi berkelanjutan, bukan sekadar tambal sulam bau.

Sebelumnya, warga sekitar dapur MBG mengeluhkan air sumur berubah warna dan bau. Beberapa mengaku tak lagi berani menggunakan air untuk memasak atau mencuci.
“Kalau sore, bau minyaknya nyengat banget, kayak dapur besar habis goreng seribu tempe,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Keluhan itu ramai dibicarakan di media sosial dan grup warga, hingga akhirnya memancing perhatian pemerintah daerah.

Program Makanan Bergizi (MBG) sejatinya merupakan bagian dari program nasional yang bertujuan meningkatkan gizi anak-anak sekolah melalui dapur terpusat. Namun di lapangan, banyak dapur MBG berdiri tanpa perencanaan lingkungan yang matang.

BACA JUGA :  Walhi Desak APH Tindak Oknum Dewan Lamtim Penebang Pohon Sonokeling di Register 38

DLH Tanggamus menegaskan, dukungan terhadap program nasional tidak berarti mengabaikan prinsip kehati-hatian lingkungan (precautionary principle).

“Kalau masak untuk ribuan anak, limbahnya jangan dititipkan ke tanah warga. Kita mau sehat, tapi jangan bikin bumi sakit,” ujar Asep, menutup pernyataannya dengan nada menohok.

Kasus Dadimulyo adalah potret kecil dari ironi besar, Program gizi tanpa sanitasi, dapur nasional tanpa izin lingkungan.

Ketika anak-anak diajak makan sehat, warga di sekitarnya justru menghirup aroma limbah. DLH Tanggamus kini berjanji turun ke lapangan.

Semoga kali ini bukan sekadar “turun tangan untuk menandatangani berita acara,” tapi benar-benar menyelamatkan dapur dari jadi sumber bau politik dan pencemaran.***