Anies benar-benar menjadikan doa sebagai senjata kemanusiaan yang berisi peluru Ketuhanan. Menghadapi ketidakadilan dan kezoliman, cukuplah Tuhan sebagai penolongnya begitu Anies membatin. Bukan uang, kekuasaan dan populeritas yang menjadikan dirinya sebagai orang kuat dan berpengaruh. Melainkan kesadaran akan kelemahan dan ketidakberdayaan manusia di hadapan Tuhan. Bukan dengan menggunakan amarah dan amuk massa menghadapi aparat dan kekerasan dalam melakukan perlawanan dan perubahan. Sebagai capres yang didukung rakyat yang mengemban harapan perubahan dan perbaikan Indonesia, mengharuskan Anies taat pada prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi. Bagaimanapun banyak dan rumitnya masalah, semua menjadi tak berarti jika mengadu dan berlindung dan mengagungkan Tuhan. Lebih bermakna dan mulia dari itu, Anies memilih mengumandangkan doa, bermunajat dan bersimpuh kepada pemilik semesta alam juga kehidupan di dalamnya.
BACA JUGA: Jokowi Tidak Akan Netral Demi Negara, Berarti Anies Musuh Negara?
Doa Anies yang menghamba Tuhan meminta kesejahteraan umum buat sekecil-kecilnya pegawai, kemakmuran dan keadilan bagi semua anak bangsa penyandang gelar rakyat, serta meluapkan semangat persatuan dan kesatuan nasional. Telah menggugah seluruh insan negara bangsa, mendorong munculnya refleksi dan evaluasi perlunya kebangkitan nasionalisme dan patriotisme serta tentu saja keyakinan religius. Pidato Anies yang tak biasa dan lain dari yang lainnya tersebut, bagai menjadi hujan sehari yang menghapus kemarau setahun. Mengisi rohani dengan menghadirkan Ilahi, menyejukan lahir batin yang jenuh pada asupan materialime berbasis kapitalisme dan komunisme. Ya, Anies telah benar cara dan jalannya, melawan material dengan spiritual. Dengan doa Anies telah meminjam kekuasaan Tuhan untuk mengangkat bumi dan menundukkan langit. Karena, doa Anies menjadi cermin kekuatan spiritual.
Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.
Bekasi Kota Patriot.
3 Muharram 1445/21 Juli 2023.