Scroll untuk baca artikel
Opini

Memburu Tahta dan harta Seraya Mengubur Aqidah

×

Memburu Tahta dan harta Seraya Mengubur Aqidah

Sebarkan artikel ini
Yusuf Blegur
Yusuf Blegur

Oleh: Yusuf Blegur

Ini bukan menyoal politik identitas. Ini juga bukan tentang intoleransi. Gonjang-ganjing republik tidak hanya memapar kehidupan rakyat pada ekonomi dan politik. Seiring terdegradasinya kebhinnekaan dan kemajemukan, umat muslim juga paling kentara terdampak kecenderungan deislamisasi. Bukan hanya pelecehan ulama dan penistaan agama, upaya mendowngreed umat Islam semakin marak dengan pendangkalan aqidah dan pemurtadan. Lebih memilukan lagi, fenonena yang dibingkai melalui politik sekulerisasi dan liberalisasi itu, semata-mata berorientasi hanya karena tahta dan harta. Termasuk oleh segelintir politisi dan ulama yang mengaku dan berlabel muslim. Merendahkan, menista dan mengolok-olok ulama serta agama, seperti menjadi keharusan dan syarat bagi para buzzer, politisi dan birokrat untuk sekedar diterima dan menjadi bagian dari lingkar utama kekuasaan.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Sebelum lebih jauh mengulik hal tersebut, ada baiknya buat semua berpegang pada dalil sebagaimana yang tertuang dalam Al Quran.

QS. At-Taubah Ayat 65

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”.

Kemudian dilanjutkan dengan,

QS. At-Taubah Ayat 66

لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ
طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ

“Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa”.

Belakangan ini umat Islam di Indonesia, mengalami kemunduran dan termarginalkan dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara dan berbangsa. Posisioning politik yang sedemikian itu memang bukan hal baru bagi entitas keagamaan yang paling mulia dalam peradaban manusia.

Dalam sejarah pergerakan kemerdekaan hingga tercetusnya proklamasi yang menandai kelahiran NKRI. Mengarungi bahtera kehidupan dan perjalanan bangsa hingga saat ini. Islam terhempas dari panggung politik negara. Realitas itu menjadi perspektif nilai dan tradisi yang dijaga pemerintahan berkuasa selama ini yang menganut sistem politik memisah relasi agama dan negara. Alhasil, sebagai mayoritas pemeluk agama di republik, Umat Islam ditelan sekulerisme dan liberalisme.

Pemimpin dan Pejabat Terpapar Pandemi WAHN

Dinamika kekuasaan dalam penyelenggaran negara, bukan saja menyuguhkan pemerintahan yang tidak berpijak pada landasan agama. Birokrasi juga lepas kendali memanifestasikan praktek-praktek Machiavellis, diktator dan otoriterian. Bahkan untuk sekedar vaksinasi saat pemerintah sampai mengeluarkan perpres dengan sanksi denda dan penghentian layanan administrasi dan bantuan sosial. Boleh jadi menjadi sanksi pidana, seoerti sebelumnya pada pelanggaran prokes.. Apalagi dalam hal peribadatan. Shalat di masjid disekat dan dibatasi dengan alasan prokes. Serta tidak sedikit orang bermotif gila menganiaya Imam masjid. Begitulah hal yang sederhana tapi menunjukan kekuasaan rezim yang radikalis dan fundamentalis terhadap umat Islam.

Para pemimpin dan pejabat pemerintahan yang notabene muslim pun, sengaja membiarkan represi terhadap umat Islam bahkan ikut mereduksi nilai Islam. Masih segar dalam ingatan umat Islam pernyataan seorang pemimpin salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia yang dianggap sering mengolok-olok, menyudutkan dan mendiskreditkan umat Islam. Umat Islam juga belum melupakan pernyataan seorang menteri agama yang tidak ingin berkembangnya populisme Islam. Begitu juga yang baru saja terjadi pada seorang pejabat militer. Entah disadari atau tidak. Entah karena kejahiliyahannya, entak memang tak peduli dan masa bodoh. Secara serampangan Jenderal penurun baliho ulama itu, mengeluarkan statemen serampangan soal agama. Semua itu jelas dan nyata bahwa pendangkalan aqidah dan pemurtadan, tidak hanya bisa terjadi pada orang awam saja, melainkan juga pada orang terdidik dan terhormat.

Memang menjadi wajar ketika sistem politik dan pemerintahan yang sekuler, performensnya tidak saja menghasilkan kegagalan berkelanjutan menciptakan kesejahteraan dan keadilan rakyat. Melainkan para penguasa itu mengidap satu penyakit yang sangat sulit disembuhkan. Berupa penyakit hati yang kering iman dan hidayah. Penyakit hitamnya nurani dan kegelapan spiritual. Apa yang disebut oleh Islam sebagai penyakit WAHN. Hidupnya dirasuki kecintaan pada dunia dan takut mati. Mengejar harta duniawi tanpa henti dan takut meninggalkan kenikmatan hidup karena kematian. Mengejar harta dan jabatan berlebihan, sementara nilai-nilai Islam dinegasikan. Ditempatkan sebagai penghalang hawa nafsu mereka.

Dari Tertindas Menuju Kebangkitan Umat Islam

Bagi umat muslim ada kalam Ilahi yang tegas yang merujuk pada keteguhan memegang dienul Islam.

Diantaranya,

Allah Azza wa Jalla berfirman: إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” [Ali ‘Imran: 19].

Allah Azza wa Jalla berfirman: أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ “Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang ada dilangit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada-Nya-lah mereka dikembalikan ?” [Ali ‘Imran: 83].

Allah Azza wa Jalla juga berfirman: وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ “Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85].

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: َاْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى. “Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.

Oleh karena itu, sungguh menjadi kebodohan dan kerugian bagi orang siapapun dia yang merendahkan dan menistakan agama Islam. Hanya Islam yang mampu mengatur segala kehidupan manusia dan seluruh makhluk hidup lainnya secara sempurna. Kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta’Ala telah ditunjukan dengan keberadaan langit dan bumi beserta hamparannya yang luas. Islam dengan Al Quran diturunkan menjadi petunjuk dan pembeda pada yang hak dan batil. Begitu Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasalam yang sesungguhnya bertugas untuk memperbaiki akhlak manusia. Hingga para ulama yang menjadi Warisatul Anbiya yang memelihara Al Quran dan Sunah untuk generasi selanjutnya. Merupakan tuntunan yang memberikan jalan keselamatan kehidupan dunia dan akherat. Bukan semua itu nyata bagi orang-orang yang menggunakan akal pikirannya?.

Betapapun keadaan umat Islam sekarang ini seperti buih ditengah lautan. Tidak sedikit tapi terombang-ambing dan lenyap dipermainkan gelombang. Sejatinya Islam akan tetap tegak dan meraih kejayaannya seperti pada zaman kekhalifahan. Bagaimanapun politik dan sistem yang jahat berusaha keras dan dengan segala cara memisahkan umat dari Islam.

In syaa Allah.

Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.