Scroll untuk baca artikel
InfrastrukturLampung

Drainase Rp198 Juta, Tapi Air Tetap Nyasar: Talut Buntu Ala Proyek Setengah Pikiran di Kalianda

×

Drainase Rp198 Juta, Tapi Air Tetap Nyasar: Talut Buntu Ala Proyek Setengah Pikiran di Kalianda

Sebarkan artikel ini
Dok.F/ Gambar Lurah bersama warga mengecek lokasi penyebab banjir yang memasuki pemukiman warga dusun Sukajadi kelurahan Bumi Agung kec. Kalianda

LAMPUNG SELATAN Di Sukajadi, Kelurahan Bumi Agung, Kalianda, air tampaknya punya selera humor yang tinggi. Alih-alih mengalir ke saluran drainase baru senilai hampir Rp200 juta, ia justru memilih jalur alternatif masuk ke rumah warga.

Sebab utama justru datang dari pembangunan drainase yang salah arah proyek yang seharusnya mengalirkan air, malah membuat air bingung mau ke mana.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Satu rumah milik warga bernama Aldy menjadi korban pertama. Bukan karena salah menaruh ember, tapi karena gorong-gorong proyek Dinas PUPR Lampung Selatan yang dikerjakan oleh CV. AR senilai Rp198 juta lebih (tahun anggaran 2025) ternyata “berujung buntu” alias talutnya tidak sampai ke bawah.

Akibatnya, aliran air dari atas malah berbalik arah dan meluap masuk ke rumah warga.

Dalam video amatir yang beredar di media sosial, Aldy dengan nada kesal memvideokan rumahnya yang berubah fungsi sementara jadi kolam ikan darurat.

“Lingkungan 05 Sukajadi, air meluap masuk ke rumah warga! Talut dibangun asal-asalan!” ujarnya kesal sambil menunjuk arah proyek yang jaraknya tak jauh dari rumahnya.

Warga pun kompak menyebut proyek ini “talut tanpa tujuan”. Sebab menurut mereka, sebelum ada pembangunan ini, meskipun hujan deras, air tak pernah sampai menginap di ruang tamu.

“Dulu aman, sekarang malah air yang jadi tamu utama. Bedanya, tamu bisa pulang — air enggak,” ujar warga lain dengan nada getir tapi jenaka.

Lurah Bumi Agung, Irlan Rosyadi, membenarkan kejadian tersebut. Ia menyebut telah menerima laporan dari kepala lingkungan Sukajadi terkait rumah yang terendam akibat luapan drainase.

“Benar, ada rumah warga yang kemasukan air. Saya juga sedang di lokasi,” ujarnya, Selasa 7 Oktober 2025.

Lebih lanjut, Irlan mengaku sudah sejak awal mengingatkan pihak PU agar pembangunan drainase jangan berhenti di tengah jalan.

“Saya sudah bilang, kalau talutnya tidak sampai bawah, jangan dikerjakan dulu. Bukan kami menolak pembangunan, tapi jangan sampai rakyat yang jadi korban eksperimen proyek,” tegasnya.

Namun, seperti biasa, suara lapangan kalah oleh suara tender. Dan benar saja kekhawatiran itu kini jadi kenyataan.

Dari keterangan di lapangan, drainase yang dibangun justru berhenti sebelum mencapai area pemukiman bawah. Artinya, air yang seharusnya lancar mengalir ke hilir malah “macet administratif” di tengah jalan, sebelum akhirnya memilih rute darurat, rumah warga.

Lurah pun meminta agar instansi terkait segera melakukan evaluasi total, baik dari perencanaan maupun pelaksanaannya.

“Kalau membangun tanpa perencanaan matang, hasilnya seperti ini: drainase dari atas megah, tapi di bawahnya terputus. Air bingung, rakyat cemas,” ujarnya setengah bergurau.

Pembangunan seharusnya menyalurkan harapan, bukan menyalurkan air ke rumah rakyat. Tapi di Sukajadi, tampaknya pepatah itu dibalik, “Proyek mengalir, rakyat yang tenggelam”.***

SHARE DISINI!