Scroll untuk baca artikel
Pertanian

Dulu Ruwet, Sekarang Kilat, Ini Skema Baru Pupuk Subsidi Bikin Mafia Gelisah

×

Dulu Ruwet, Sekarang Kilat, Ini Skema Baru Pupuk Subsidi Bikin Mafia Gelisah

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Pupuk Subsidi - foto net
Ilustrasi Pupuk Subsidi - foto net

JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) akhirnya melek GPS logistik. Melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 15 Tahun 2025, pemerintah melakukan terobosan distribusi pupuk subsidi yang selama ini lebih ruwet dari sinetron panjang sekarang dipangkas, lebih ringkas, dan (semoga) tak bikin petani uring-uringan.

Jika sebelumnya pupuk subsidi harus transit seperti turis dengan koper di Gudang Lini III, gudang pengecer, dan entah di mana lagi, kini langsung nyampe ke petani atau kelompok tani. Iya, benar-benar nyampe. Bukan sekadar “dikirim via sistem”.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Distribusi langsung ini akan memotong banyak drama. Kita pastikan pupuk nggak nyasar ke mafia, tapi sampai ke lahan, bukan ke lapak!” ujar salah satu pejabat Kementan baru baru ini.

Langkah ini mengacu juga pada Perpres No. 6 Tahun 2025, sebagai bagian dari reformasi agraria atau reformasi distribusi, yang seharusnya terjadi dari dulu. Tapi ya namanya juga Indonesia, kadang peta jalan pupuk lebih rumit dari jalan menuju rest area pas Lebaran.

BACA JUGA :  Petani Kopi Lampung, Diminta Petik Kopi Merah

Jalur Baru, petani bisa langsung menerima pupuk melalui:

  • Pengecer
  • Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani)
  • Pokdakan (Kelompok Pembudidaya Ikan)
  • Koperasi

“Jalur distribusinya dipotong, tapi bukan anggarannya. Jadi jangan khawatir, kita cuma pangkas tikungan-tikungan birokrasi yang sering dimanfaatkan buat ‘nyisipin karung tambahan’,” tulis akun resmi @kementerianpertanian di Instagram, sambil menyertakan emoji cabai dan pupuk.

HET: Harga Eceran Tertinggi atau Harapan Enteng Terkikis?

Soal Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sempat viral karena dianggap “tinggi sih, tapi kok nggak eceran”, Kementan kasih klarifikasi penting.
Menurut Sri Pujiati, Kepala Pokja Pupuk Bersubsidi, banyak salah paham yang terjadi.

“Bapak bilang pupuk Rp150 ribu per sak. Saya tanya, ‘Beli di mana?’ Dijawab: ‘Diantar, Bu.’ Saya tanya lagi, ‘Tinggal di mana?’ Dijawab, ‘Di gunung, Bu,’” ujar Sri sambil menahan napas karena lucu sekaligus miris.

BACA JUGA :  Begini Atensi Ombudsman Terkait Tatakelola Pupuk Subsidi

Padahal, lanjutnya, HET yang sah adalah harga di kios pengecer, belum termasuk ongkos kirim naik bukit, lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra.

Jadi kalau rumah petani kayak lokasi syuting Tarzan, ya wajar harga naik sedikit karena ada biaya antar jemput ala ekspedisi agraria.

Ini Harga Resmi Pupuk Subsidi 2025 (Bukan Harga Bawang Pasar Malam):

  • Urea: Rp 2.250/kg
  • NPK: Rp 2.300/kg
  • NPK untuk Kakao: Rp 3.300/kg
  • Pupuk Organik: Rp 800/kg

Harga ini tertera di nota, stiker kios, hingga aplikasi digital. Jadi kalau ada yang bilang beda, minta bukti fisik, bukan janji manis.

“Saat beli pupuk, petani tanda tangan di nota, dan harga langsung muncul di situ. Jadi kalau bayar lebih, bukan karena HET naik, mungkin karena beli sekalian teh botol,” tambah Sri Pujiati.

BACA JUGA :  Pupuk Subsidi Jadi Bancakan Pengecer di Sekampung Udik

Dengan penyederhanaan alur distribusi dan transparansi harga, Kementan berharap petani benar-benar menjadi subjek, bukan korban sistem.

Pemerintah juga menegaskan bahwa ini bagian dari reformasi digitalisasi sektor pertanian dan penguatan ketahanan pangan nasional. Alias, beras harus tetap ada, pupuk jangan jadi misteri seperti jodoh.

“Kalau pupuk bisa cepat sampai, panen juga bisa cepat untung. Kita nggak bisa biarkan petani ngeluh terus cuma karena jalur distribusinya kayak game level hard,” pungkas juru bicara Kementan yang kini lebih sering bicara pakai grafik PowerPoint ketimbang bawa cangkul.***