Scroll untuk baca artikel
Head LineLampungPertanian

Tatakelola Distribusi Ubi Kayu di Lampung Amburadul, Mulai dari Impor hingga Monopoli Lahan

×

Tatakelola Distribusi Ubi Kayu di Lampung Amburadul, Mulai dari Impor hingga Monopoli Lahan

Sebarkan artikel ini
Suasana aksi demo di Gedung Gubernur Lampung oleh aliansi petani singkong di Lampung, pada 5 Mei 2025 menuntut terkait harga singkong.- foto Soemantri
Suasana aksi demo di Gedung Gubernur Lampung oleh aliansi petani singkong di Lampung, pada 5 Mei 2025 menuntut terkait harga singkong.- foto Soemantri

LAMPUNG – Sektor pertanian terutama sektor ubi kayu atau singkong Lampung, tidak akan berkembang jika tak disertai dengan jaminan harga yang menguntungkan bagi petani.

Hal lain, tatakelola distribusi ubi kayu di Lampung dianggap amburadul mulai dari adanya impor hingga ribuan ton hingga terjadi monopoli lahan alias penguasaan oleh perusahaan tertentu.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Nonsense berbagai upaya seperti jaminan pupuk oleh pemerintah, kemudian mendorong petaninya produktif, hamparan lahan luas, jika tidak ada kepastian harga yang berkeadilan,”ungkap Ketua Komisi 2 DPRD Lampung, Ahmad Basuki kepada Wartawan 11 Mei 2025.

Dikatakan tanpa ada kepastian harga singkong maka sektor pertanian bisa lumpuh, sehingga keberpihakan pemerintah harus ada sebagai jaminan agar petani makmur.

BACA JUGA :  Mahasiswa Salah Satu Perguruan Tinggi di Yogyakarta Terlibat Kasus Narkoba di Sumberejo Tanggamus

Untuk itu dia pun menegaskan komitmennya untuk mendorong reformasi tata kelola distribusi singkong di Lampung dengan meminta pemerintah pusat dan daerah segera menertibkan pola impor dan membangun sistem kemitraan yang adil dan transparan antara petani dan industri.

“Negara harus hadir dan berpihak ke petani. Jangan biarkan petani singkong kalah di tanah sendiri,”tegas Abas dikutip Wawai News.

Praktik Curang Impor Tapioka

Dugaan praktik curang dalam impor tapioka masih terjadi hingga Maret 2025. Hal itu berdampak terhadap anjloknya harga singkong petani. Sehingga tata niaga komoditas singkong di provinsi Lampung sarat ketimpangan dan tidak berpihak pada petani lokal

Dikatakan Abas, bahwa hingga Maret 2025 masih masuk ratusan ribu ton dengan alasan invoice lama baru datang komoditasnya.

BACA JUGA :  Ratusan Calon Peserta Didik Baru Ikuti Tes Akademik di MTs Negeri 1 Tanggamus

“Modusnya mereka mengngimpor tidak langsung ke Lampung. Ada akal-akalan, supaya datanya tidak masuk di Pabean Lampung,” ungkap politisi PKB ini.

Data dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menunjukkan bahwa pada 2024, impor tapioka nasional mencapai 267 ribu ton setara dengan lebih dari 1,3 juta ton singkong lokal.

Masifnya impor ini membuat harga singkong di tingkat petani merosot tajam, termasuk di Provinsi Lampung yang merupakan produsen utama singkong nasional.

Dampaknya, petani singkong Lampung sebagai produsen utama singkong nasional secara tak langsung terdampak terhadap maraknya impor tapioka.

Praktik Penguasaan Lahan

Ketua Paguyuban Singkong Lampung ini pun menyoroti praktik penguasaan lahan pertanian oleh perusahaan pengolahan singkong. Abas menyebut monopoli itu menjadi salah satu penyebab kian merosotnya harga di tingkat petani.

BACA JUGA :  Hadiri Konferkablub ke-VII PWI Lampung Timur, Azwar Bersinergi Sukseskan Pembangunan Daerah

“Praktik penguasaan lahan oleh perusahaan juga punya andil menurunkan harga singkong yang ditanam langsung oleh petani,”tandasnya.

Seharusnya pabrik fokus hilirisasi saja, singkongnya dari petani. Inilah pola kemitraan yang sesungguhnya, petani yang menanam, perusahaan yang mengolah dan pemerintah sebagai regulator yang memastikan tata niaga berkeadilan.

“Bukan sebaliknya, perusahaan yang mengelola, tanaman sendiri, harga ditentukan sendiri,”tegasnya.***