Scroll untuk baca artikel
Hukum & Kriminal

Enam Anggota Yanma Mabes Polri Jadi Tersangka Pengeroyokan Tewaskan Dua Matel di Kalibata

×

Enam Anggota Yanma Mabes Polri Jadi Tersangka Pengeroyokan Tewaskan Dua Matel di Kalibata

Sebarkan artikel ini
Enam anggota Satuan Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri jadi tersangka pengeroyokan yang menewaskan Matel di KMP Kalibata, saat dihadirkan dalam konferensi pers, pada Jumat (12/12) - foto doc

JAKARTA — Ironi kembali menampar wajah penegakan hukum. Enam anggota Satuan Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri yang sejatinya bertugas menjaga keamanan dan ketertiban justru ditetapkan sebagai tersangka pengeroyokan hingga menyebabkan dua debt collector alias matel meninggal dunia di Kalibata, Jakarta Selatan.

Alih-alih melindungi masyarakat, keenam oknum ini kini harus “dilindungi” oleh proses hukum.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mengantongi keterangan saksi dan barang bukti yang cukup.

“Penyidik telah menetapkan enam orang tersangka yang diduga terlibat dalam rangkaian tindak pidana tersebut,” ujar Trunoyudo di Polda Metro Jaya, Jumat (12/12/2025).

BACA JUGA :  Total 8 orang Teroris JAD Lampung Telah Diamankan

Enam tersangka tersebut masing-masing berinisial Brigadir IAM, Bripda JLA, Bripda RGW, Bripda IAB, Bripda BN, dan Bripda AM. Mereka dijerat Pasal 170 ayat (3) KUHP, pasal klasik yang biasa dikenakan dalam kasus pengeroyokan yang berujung kematian.

Peristiwa maut ini terjadi pada Kamis (11/12) sekitar pukul 15.45 WIB, di area parkir depan TMP Kalibata. Lokasi yang mestinya sunyi dan penuh penghormatan justru berubah menjadi arena kekerasan brutal.

Polsek Pancoran awalnya menerima laporan pengeroyokan dari dua pria. Saat petugas tiba, satu korban sudah meninggal dunia, sementara satu lainnya kritis. Penyelidikan cepat mengarah pada fakta yang membuat publik mengernyit: para pelaku adalah anggota Polri aktif yang berdinas di Mabes Polri.

“Keenam tersangka merupakan anggota Satuan Pelayanan Markas Mabes Polri,” ungkap Trunoyudo.

BACA JUGA :  Aksi Dugaan Premanisme di Kafe Remang-remang Way Halim Undang Reaksi Keras Laskar Lampung

Tak berhenti pada pidana umum, Polri juga menggelar proses etik internal. Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap keenam tersangka dijadwalkan Rabu, 17 Desember 2025.

Divisi Propam Polri menilai perbuatan para tersangka masuk kategori pelanggaran berat, dengan potensi sanksi paling ekstrem, Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

Mereka diduga melanggar:

  • Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri
  • Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri
  • Pasal 13 huruf M Perpol Nomor 7 Tahun 2022

Singkatnya: hampir seluruh “kitab suci etik” Polri dilanggar sekaligus.

Kasus ini menambah daftar panjang paradoks penegakan hukum, aparat yang seharusnya menegakkan hukum justru menjadi subjek utama pelanggaran hukum itu sendiri. Publik pun kembali dihadapkan pada pertanyaan klasik apakah senjata dan kewenangan sudah disertai pengendalian emosi dan moral?

BACA JUGA :  Sita Korek Api Milik Pelaku, Polsek Wonosobo Diminta "Presisi" Tangani Kasus Penganiayaan Jukir

Trunoyudo menegaskan, institusinya tidak akan menutup mata.

“Polri berkomitmen menegakkan hukum secara transparan, profesional, dan proporsional serta memastikan seluruh pihak yang terlibat mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tegasnya.

Pernyataan ini sekaligus menjadi ujian serius bagi slogan Presisi apakah sekadar jargon, atau benar-benar prinsip yang ditegakkan hingga ke tubuh Mabes sendiri.

Kasus ini bukan sekadar soal enam oknum, melainkan cermin tentang pengawasan internal, manajemen emosi aparat, dan keberanian institusi membersihkan rumahnya sendiri. Publik kini menunggu: apakah proses hukum berjalan tuntas, atau kembali berhenti di slogan?

Karena bagi masyarakat, keadilan bukan soal seragam melainkan soal keberanian menindak siapa pun yang menyalahgunakannya.***