Scroll untuk baca artikel
Lampung

Fee 20 Persen Mengalir, Mantan Wabup Tanggamus Terseret Dugaan “Proyek Ruko Rasa Ruko-Rukoan”

×

Fee 20 Persen Mengalir, Mantan Wabup Tanggamus Terseret Dugaan “Proyek Ruko Rasa Ruko-Rukoan”

Sebarkan artikel ini
Foto: Mantan Wakil Bupati Tanggamus Safe'i periode 2018-2023, (nt)
Foto: Mantan Wakil Bupati Tanggamus Safe'i periode 2018-2023, (nt)

TANGGAMUS – Nama mantan Wakil Bupati Tanggamus, AM Syafii, ikut terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi proyek pengadaan barang dan jasa interior dan eksterior Ruko Kantor PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tahun anggaran 2021–2022.

Skandal ini mencuat ke publik setelah fakta persidangan menyebutkan adanya aliran dana fee proyek sebesar 20 persen alias ‘jatah preman elite’yang diduga dibagi ke empat orang, termasuk nama sang mantan pejabat.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Hal ini diungkapkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandar Lampung, dari kesaksian terdakwa Agung Pamungkas (AP).

“Fee proyek itu katanya dibagi rata ke empat orang: Pono Edi Santoso, Sarjono, Palachi, dan AM Syafii,” ujar Johar, kuasa hukum Agung Pamungkas, usai sidang, pada Senin kemarin sebagaimana dilansir wawai news, Rabu 16 Juli 2025.

BACA JUGA :  Gubernur Lampung, Dampingi Kapolri Tinjau Mapolres Lampung Selatan

“Jadi jangan tanya kemana uang itu mengalir, karena jawabannya sudah jelas—bukan ke rakyat,” sindirnya.

Johar menjelaskan, berdasarkan keterangan kliennya, dana fee proyek diserahkan melalui dua cara: transfer dan “ketemuan manis” di sebuah hotel di Kemiling, Kota Bandar Lampung tempat yang seharusnya untuk staycation keluarga, bukan stay-in untuk bagi-bagi proyek.

“Keterangan klien kami menyebutkan, fee itu diberikan langsung ke Pono Edi Santoso. Entah dengan kopi panas atau tanpa saksi, yang jelas alirannya terstruktur dan sistematis,” imbuh Johar dengan gaya sinis.

Untuk diketahui, Agung Pamungkas Direktur PT Flea Briliant Agung ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Tanggamus melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-08/L.8.19/Fd.2/11/2024, tertanggal 13 September 2024.

BACA JUGA :  Bawaslu Lampung Timur Terima Pengaduan 33 Nama Dicatut Parpol

Kasus ini bermula dari proyek pengadaan pekerjaan interior dan eksterior Ruko Kantor PT. BPRS yang bernilai Rp1,9 miliar, namun hasil audit menyebut negara tekor lebih dari Rp500 juta.

“Jadi bukan cuma anggaran yang dibagi-bagi, tapi juga pekerjaan yang dipecah jadi 10 paket, padahal cukup satu paket kerja. Kayak mie instan aja dipecah biar kelihatan banyak,” ujar Kepala Kejari Tanggamus, Adi Fakhruddin, saat konferensi pers.

Selain Agung, Kejari juga menetapkan dua mantan direktur PT BPRS sebagai tersangka:

  • FD, mantan Direktur Utama
  • S, mantan Direktur
    Keduanya ditetapkan pada 21 November 2024, setelah penyidik menemukan bukti cukup dalam pengembangan kasus.

Keduanya ditetapkan pada 21 November 2024, setelah penyidik menemukan bukti cukup dalam pengembangan kasus.

BACA JUGA :  8 Ketua Pimpinan IWO di Lampung Dilantik, Harus Jaga Integritas

Kajari menjelaskan, modus mereka adalah memecah paket proyek menjadi 10 bagian untuk menghindari proses lelang. Tak hanya itu, pekerjaan juga diduga fiktif sebagian alias “asal pasang, asal klaim”, bahkan volume pekerjaan yang dilaporkan tak sesuai dengan realitas di lapangan.

“SPK dibayar full, tapi volume kerja tak sesuai. Jadi kayak beli mobil, tapi dikasih sepeda dengan cat mengkilap,” sindir Kajari Adi.

Kejaksaan menyebut perbuatan para tersangka telah memenuhi unsur pelanggaran UU Tipikor Pasal 2 dan 3, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara.

Dengan nilai proyek miliaran dan kerugian ratusan juta, kasus ini menjadi pengingat keras bahwa aroma fee tak selalu wangi, apalagi kalau bikin negara merugi.***