JAKARTA – Fenomena calon kepala daerah tunggal di Lampung Timur ramai-ramai mendapat sorotan publik dengan menyebut kualitas demokrasi di Bumei Tuwah Bepadan menurun.
Spekulasi lain dari fenomena kotak kosong, disebut telah terjadi politik kompromi yang diduga dikendalikan pihak tertentu untuk melanggengkan kekuasaan.
Praktisi asal Lampung Timur Agus Effendi, menyebutkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan ambang batas (threshold) syarat pencalonan kepala daerah, semestinya disambut dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh partai politik di parlemen maupun non-parlemen.
“Tidak sebaliknya, seperti sekarang di Lampung Timur dan daerah lain, terkesan ada yang mengendalikan. Sehingga Parpol ramai-ramai mendukung satu pasang, bahkan kandidat petahana seperti Lampung Timur ditinggalkan, tak bisa mencalonkan diri karena semua parpol diborong,”tegas Agus Effendi, kepada Wawai News, Selasa 3 September 2024.
Mantan Aktivis HMI Lampung ini, mengatakan fenomena kotak kosong menjelang pemilihan kepala daerah bisa memantik masyarakat apatis menggunakan hak pilihnya, dan terhadap praktik suksesi kepemimpinan di daerah.
Menurut dia keputusan MK jelas telah membuka peluang mencegah adanya kandidat tunggal yakni melawan kotak kosong dengan memberikan opsi calon pemimpin lebih bervariasi bagi rakyat.
Tapi jika parpol tetap ramai-ramai mendukung satu kandidat, tentunya jangan salahkan rakyat jika berspekulasi liar akan fenomena tersebut.
“Calon tunggal melawan kolom kosong ini menandakan kualitas demokrasi di Kabupaten Lampung Timur jauh di bawah daerah lain di Lampung yang memiliki kompetisi saat memilih pemimpin,” ujar Agus Effendi.
Ia menyebut, demokrasi di Lamtim saat ini berada di titik nadir. Situasi ini, merupakan dampak fenomena borong partai yang terjadi di Pilkada tahun ini.
“Partai diborong calon tertentu sehingga yang lain ingin mencalonkan tidak kebagian partai. Lamtim bersama dengan 43 daerah lain di Indonesia di pilkada 2024 hanya satu calon,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, harusnya partai-partai di Lampung Timur bisa mendengar aspirasi rakyat, seperti puluhan kiai meminta agar tidak terjadi kotak kosong, budayawan dan suara dari hampir mayoritas warga di Lampung Timur.
“Masalah menang kalah dalam kompetisi itu hal lumrah dan biasa, toh semua sudah ada takdir dari Tuhan siapa yang akan jadi pemimpin. Tapi tidak seperti sekarang, semua diborong hingga kandidat potensi bergerilya di Jakarta, tapi peluang sudah terkunci,”tegasnya.
Menurutnya dengan adanya lawan, maka warga punya banyak alternatif mau pilih sosok pemimpin seperti keinginannya. Hal itu seperti di Lampung Selatan atau di Tanggamus, itu baru namanya pesta demokrasi alias pesta rakyat, bukan pesta melawan kotak kosong.
Kondisi di Lampung Timur jelas Agus sangat terang benderang tongkat estafet kepemimpinan hanya akan dimonopoli keluarga itu saja. Dua keluarga besar yakni Nunik dan Azwar Hadi.
“Lihat saja dari sejak 2015 Nunik terus mengambil alih di Lampung Timur dilanjutkan Dawam, sekarang Ela yang masih ada hubungan dekat dengannya,”tandasnya.
Diharapkan dengan adanya perpanjangan waktu pendaftaran bagi daerah yang hanya ada satu calon, bisa dimanfaatkan untuk memindahkan dukungan, hingga tidak terjadi pilkada melawan kantong kosong di Lampung Timur.***