Scroll untuk baca artikel
BudayaHead Line

Festival Budaya “Sekappung Limo Migo” Heboh, Dana Menguap Tanpa Jejak? Transparansi Hanya Jadi Wacana

×

Festival Budaya “Sekappung Limo Migo” Heboh, Dana Menguap Tanpa Jejak? Transparansi Hanya Jadi Wacana

Sebarkan artikel ini
Tari Kenuy melayang khas Sekappung Limo Migo tampil dalam festival budaya Sekappung Limo Migo pada Juni 2025 lalu- foto doc

LAMPUNG TIMUR – Festival budaya “Sekappung Limo Migo” semestinya menjadi ajang pelestarian nilai-nilai adat dan budaya lokal, yang digelar sebulan lalu, kini justru menyisakan aroma tak sedap.

Bukan karena pertunjukan atau seni tradisionalnya yang gagal, melainkan karena “hilangnya jejak transparansi anggaran” membuat banyak tokoh adat dan masyarakat merasa kecolongan.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kegiatan yang digelar di Desa Peniangan, Kecamatan Marga Sekampung pada akhir Juni 2025 lalu itu melibatkan puluhan desa di dua kecamatan sekaligus yakni Sekampung Udik dan Marga Sekampung yang menyumbangkan dana dengan kisaran Rp3 juta hingga Rp5 jutaan bentuk semangat gotong royong.

Puncak kekesalan sebenarnya telah terjadi saat acara pembubaran panitia di Desa Bojong, Kecamatan Sekampung Udik. Alih-alih menjadi forum pertanggungjawaban keuangan, pertemuan itu justru seperti acara “arisan bubar” tanpa satu pun menyentuh soal saldo dan belanja acara.

Tak heran, banyak pihak mulai curiga. Bagaimana tidak, kegiatan lintas kecamatan ini konon menarik iuran desa tembus Rp5 juta per desa, ditambah “sumbangan sapi” dengan total Rp25 juta dari politisi ternama dan mantan Wagub Lampung, Chusnunia Chalim (Nunik).

BACA JUGA :  Tradisi “Melaman” di Sekappung Limo Migo, Memudar

Namun ketika acara usai, laporan keuangan tak kunjung hadir, dan pembubaran panitia di Desa Bojong pun baru-baru ini, berakhir mengecewakan.

“Kami hanya ingin tahu saldo masuk berapa, keluar berapa. Masak iya festival budaya seperti ini tak ada pertanggungjawaban? Ini bukan acara bakar jagung di pekarangan rumah,” sindir salah satu tokoh adat dari Marga Sekampung melalui rekaman suara yang diterima Wawai News, Minggu (27/7).

Alih-alih menjadi ajang refleksi budaya, festival ini justru memunculkan “panggung baru” yang lebih dramatis dugaan tidak transparannya pengelolaan dana.

“Saat pembubaran panitia, kami berharap dibuka soal dana keluar atau dana masuk, tapi malah diam seribu bahasa. Tak disebut uang masuk, tak disebut uang keluar. Padahal itu hak semua pihak yang terlibat,” tegas sumber lain dari unsur panitia.

Yang lebih mengundang geleng kepala, Camat Marga Sekampung sebagai pihak yang dianggap “paling tahu seluk-beluk anggaran” justru tidak hadir dalam acara pembubaran panitia.

Absennya sosok kunci ini memantik reaksi dari para tokoh yang merasa dibungkam dengan sunyi.

Sumbangan dari desa-desa bukan main-main. Delapan desa di Marga Sekampung menyetor masing-masing Rp5 juta, bahkan ada desa yang memberi lebih. Dari Sekampung Udik ada 15 desa ikut mendukung dan dengan semangat gotong-royong pun ikut menyumbang dana.

BACA JUGA :  Mobil Innova Tabrak Pemotor hingga Tewas di Lampung Timur, Sopir Diduga dalam Pengaruh Miras

Bahkan disebutkan untuk desa induk, yang mayoritas penduduk asli menyumbangkan dana mencapai Rp5 jutaan. Untuk Sekampung Udik, ada tiga desa induk belum didukung desa lainnya kisaran 12 desa di kecamatan setempat.

“Kami dari desa patungan Rp5 juta. Ada yang nyumbang Rp7 juta. Ini bukan angka kecil,” ungkap salah satu kepala desa di Marga Sekampung.

Belum lagi sumbangan dari mantan Wakil Gubernur Lampung, Chusnunia Chalim (Nunik) yang disebut memberikan Rp25 juta, termasuk pembelian sapi senilai Rp14 juta untuk kebutuhan adat. Tapi kemana larinya dana sisa? Inilah misteri yang bahkan Detektif Conan pun mungkin angkat tangan.

“Katanya sisa Rp10 juta dari Ibu Nunik dikirim ke camat. Loh, kok ke camat? Bukan ke bendahara panitia? Aturan macam apa ini?” keluh sumber yang mengaku sempat ikut ke ruang Ibu Nunik sehari sebelum acara.

Selain sumbangan dari puluhan desa, mantan Wakil Gubernur Lampung, para panitia juga menduga ada sumbangan dari Bupati dan wakil Bupati Lampung Timur, dan Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela yang ikut hadir dalam kegiatan festival Sekappung Limo Migo tersebut.

BACA JUGA :  DUH, Sekretaris dan Tiga Aparatur Desa Jembrana Lampung Timur Kompak Mengundurkan Diri?

Waktu itu jelasnya ia hadir bersama camat ke ruang bu Nunik, tapi tidak membahas masalah uang bantuan festival budaya, terkesan sibuk ingin melihat lokasi acara. Seolah budaya diam itu lebih penting daripada budaya transparan,” ucap tokoh adat dengan nada getir.

Jika festival budaya menjadi ajang “tebak-tebakan anggaran”, maka mungkin tahun depan bisa digelar lomba “Siapa Paling Pandai Menyembunyikan RAB”.

Festival seperti Sekappung Limo Migo semestinya bukan hanya tentang panggung tari dan gong gamelan, tapi juga panggung integritas. Sebab di balik meriahnya pertunjukan budaya, rakyat ingin kejelasan bukan janji yang disembunyikan di balik kelambu birokrasi.

Hingga berita ini ditayangkan belum ada konfirmasi dari Ketua panitia, padahal Wawai News telah melayangkan konfirmasi langsung dengan mengirimkan rilisan ini melalui pesan WhatsApp dan mendatangi langsung kediaman ketua panitia untuk mendapatkan jawaban sebagai bentuk transaparansi.

Namun sayangnya semua usaha tak membuahkan hasil, meski dicari dua hari terakhir untuk sekedar konfirmasi.***