BEKASI – Partai Golkar diprediksi hanya akan jadi penonton dalam Pilkada Wali Kota Bekasi setelah ditinggal pasangan Tri Adhianto – Harris Bobihoe yang secara resmi telah mendaftar di KPU tanpa dukungan dari partai berlambang pohon beringin itu.
Hal itu membuat banyak prediksi jika akar pohon beringin yang setiap Pilkada di Kota Bekasi berdiri kokoh, meneduhkan para calon kepala daerah yang diusungnya, sepertinya di pemilu kada 2024 hanya jadi penonton.
Pasalnya selain hingga jelang sehari penutupan jadwal pendaftaran belum ada kepastian calon yang diusung pasca ditinggal Paslon Tri-Bobihoe meskipun bisa mengusung calon sendiri berdasarkan putusan baru MK.
Selain itu, diketahui Polemik surat rekomendasi B1 KWK DPP Golkar jelang penutupan pendaftaran Calon Walikota Bekasi di KPU sehari lagi, masih terus berlanjut.
Informasi yang didapat, bahwa surat rekomendasi B1 KWK DPP Golkar berubah, dari mencalonkan Tri Adhianto dan Nofel, sekarang menjadi Uu Saeful Mikdar dan Nofel Saleh Hilabi.
Hal ini menimbulkan gejolak di DPD Golkar Kota Bekasi, karena Uu Saeful Mikdar yang baru menjadi kader sudah menjadi Bakal Calon Walikota Bekasi. Namun belakangan di konfirmasi bahwa Uu – Nofel disebut informasi hoaks alias tidak benar.
“Surat B1 KWK DPP Golkar berubah, Uu Saeful Mikdar Calon Walikota dan Nofel Saleh Hilabi Calon Wakil Walikota. Tapi bang nofel tidak menolak surat tersebut,” ucap salah satu fungsionalGolkar.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPD Golkar Kota Bekasi Dariyanto belum mengetahui kabar soal perubahan surat B1 KWK dari DPP.
“Belum ada informasi dari ibu ketua, karena kabupaten setahu saya sudah. Coba tanya saja langsung ke ibu ketua,” ucap Dariyanto.
Merujuk dari aturan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) partai Golkar Kota Bekasi bisa mendaftarkan calon Walikotanya sendiri tanpa partai koalisi.
Seperti diketahui, hanya Partai Golkar Kota Bekasi yang sampai saat ini belum menentukan arah dukungannya atau memajukan calon Walikota.
Sebagai pemenang pada Pilkada 2014 dan 2019, bisa saja Partai Golkar hanya menjadi ‘penonton’ dalam hajat demokrasi rakyat tahun 2024.***