KOTA BEKASI — Di tengah laju pembangunan yang nyaris tak pernah menoleh ke belakang, Pemerintah Kota Bekasi memilih mengajak generasi muda untuk berhenti sejenak dan berdamai dengan alam.
Melalui kegiatan “Harmoni Alam Bekasi”, ratusan pelajar SMA se-Kota Bekasi dikumpulkan di Hutan Kota Patriot Bina Bangsa, Selasa (16/12/2025), dalam rangka memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) 2025.
Kegiatan ini bukan sekadar ajang senam pagi di ruang hijau yang tersisa, melainkan upaya menyadarkan bahwa lingkungan kota tak bisa terus dijadikan korban kemajuan.
Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, yang hadir langsung dalam kegiatan tersebut, menegaskan bahwa isu lingkungan seharusnya tidak berhenti sebagai ritual tahunan yang ramai kamera, lalu sunyi dalam praktik.
“Menjaga alam bukan soal hebat-hebatan program atau spanduk besar. Ini soal konsistensi, dimulai dari diri sendiri. Hal kecil yang dilakukan bersama bisa menyelamatkan masa depan kota ini,” ujar Tri, di hadapan para pelajar.
Rangkaian kegiatan dimulai dengan senam bersama ironi kecil di tengah kota yang semakin minim ruang untuk sekadar bergerak bebas lalu dilanjutkan forum diskusi terbuka.
Dalam sesi ini, para pelajar tak hanya menjadi pendengar, tetapi diberi ruang menyampaikan kegelisahan dan harapan tentang kondisi lingkungan Bekasi.
Beragam persoalan mengemuka: kebersihan yang masih jadi pekerjaan rumah, ruang hijau yang kerap kalah oleh bangunan, hingga usulan agar kegiatan peduli lingkungan tidak berhenti sebagai agenda seremonial, melainkan masuk ke rutinitas sekolah.
Tri menilai, pelibatan pelajar menjadi kunci penting agar kepedulian lingkungan tidak berhenti sebagai jargon, apalagi sekadar bahan unggahan media sosial pemerintah.
“Kalau anak muda sudah peduli, menjaga lingkungan tidak perlu dipaksa. Itu akan tumbuh jadi budaya, bukan kewajiban,” katanya.
Melalui kegiatan Harmoni Alam Bekasi, Pemkot Bekasi berharap generasi muda tak hanya menjadi penonton atas perubahan kota, tetapi turut menjadi penjaga keseimbangan ekologisnya.
Ruang terbuka hijau pun diharapkan kembali berfungsi sebagai ruang belajar, ruang dialog, dan ruang refleksi bukan sekadar sisa lahan di tengah kota yang kian akrab dengan beton dan aspal.
Karena pada akhirnya, masa depan Bekasi tidak hanya ditentukan oleh seberapa cepat kota ini dibangun, tetapi oleh seberapa bijak warganya terutama generasi mudanya dalam merawat alam yang tersisa.***













