JAKARTA – Putri kedua mendiang Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, Yenny mengkritisi institusi Polri dalam Haul ke-15 Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (21/12/2024) dengan menyebut tujuan pemisahan TNI -Polri agar polisi jadi pelindung dan pengayom masyarakat bukan sebaliknya.
Yenny Wahid, mengatakan pemisahan Polri dari TNI adalah salah satu keputusan terbesar Gusdur dalam menegakkan demokrasi di Indonesia karena pada era Orde Baru, ketika tentara dan polisi masih berada dalam satu komando, potensi penyalahgunaan kekuasaannya begitu besar.
Sehingga jelasnya, salah satu keputusan terbesar Gus Dur dalam mendirikan tonggak demokrasi di Indonesia adalah memisahkan kepolisian dari TNI.
“Tentu itu sebuah langkah yang tidak mudah untuk dilakukan. Pada masa lalu, di bawah kekuasaan Orde Baru, tentara dan polisi berada dalam satu komando, yang memberikan potensi penyalahgunaan kekuasaan dan represi terhadap masyarakat,” ujar Yenny.
Yenny menjelaskan, dengan kejernihan pikirannya, Gus Dur ingin mewujudkan negara yang benar-benar demokratis. Maka dari itu, Gus Dur menginginkan polisi menjadi pelindung rakyat, bukan penindas.
“Untuk wujudkan negara yang benar-benar demokratis, kita harus memastikan bahwa kepolisian menjadi institusi sipil yang berfungsi untuk melindungi rakyat, bukan sebagai alat kekuasaan yang menindas,” jelasnya.
Yenny kemudian memberi acungan jempol kepada TNI yang telah belajar dari kesalahan di masa lalu. Menurutnya, TNI kini sudah menerapkan disiplin diri untuk tidak cawe-cawe dalam politik.
“Bahkan Presiden Prabowo Subianto terpilih melalui mekanisme demokrasi,” ucap Yenny.
Namun Yenny menilai, Polri justru mengalami fenomena sebaliknya. Dia melihat polisi kini menjadi ancaman di tengah masyarakat, bukan pelindung.
Dia pun memberi contoh beberapa kasus baru-baru ini, mulai dari siswa SMK di Semarang yang ditembak mati polisi, hingga saksi pelapor yang malah dijadikan tersangka.
“Mereka adalah contoh-contoh kecil dari para korban abuse of power dari aparat kepolisian,” katanya disambut tepuk tangan.
Amnesty International mencatat, bahwa sepanjang 2024 saja, ada 116 kasus kekerasan yang libatkan polisi, 29 di antaranya adalah extra judicial killing atau pembunuhan di luar hukum. Dan 26 adalah kasus penyiksaan dan tindakan kejam,” sambung Yenny. ***