Scroll untuk baca artikel
Agama

Heart to Heart Bersama Habib Umar bin Hafidz: Ketika Ulama dari Yaman Menyiram Dahaga Spiritual Artis Ibu Kota

×

Heart to Heart Bersama Habib Umar bin Hafidz: Ketika Ulama dari Yaman Menyiram Dahaga Spiritual Artis Ibu Kota

Sebarkan artikel ini
Ulama Kharismatik Habib Umar Bin Hafizh
Ulama Kharismatik Habib Umar Bin Hafizh

Oleh Redaksi

JAKARTA -, Sabtu malam itu (18/10/2025), langit Pondok Indah terlihat tenang. Di tengah gemerlap lampu kota dan denting gelas dari kafe-kafe sekitar, ribuan orang bergerak perlahan menuju satu tempat Hotel Intercontinental.

Bukan untuk menghadiri pesta pernikahan atau peluncuran produk kecantikan baru, melainkan untuk sebuah pertemuan hati Heart To Heart bersama Al Habib Umar bin Hafidz, ulama karismatik asal Yaman.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Malam itu, aula megah hotel berubah menjadi taman zikir. Lantunan shalawat menggema, menggantikan suara musik yang biasanya mendominasi tempat semewah itu.

Di antara jamaah yang datang, tampak wajah-wajah yang biasa kita lihat di layar televisi kali ini tanpa make-up tebal, tanpa pencahayaan studio, hanya wajah-wajah manusia yang sedang mencari ketenangan.

Tausiyah dari Ulama yang Lembut dan Tegas

Habib Umar tampil sederhana: jubah putih, sorban rapi, dengan sorot mata yang teduh. Setiap katanya menembus tanpa perlu meninggikan suara seperti embun yang menampar daun, lembut tapi menyadarkan.

Dalam tausiyahnya, beliau mengingatkan tentang kekuatan perlindungan dari Allah melalui amalan yang sederhana namun agung.

“Bacalah Ayat Kursi setiap selesai salat lima waktu, sebelum tidur, dan ketika keluar rumah,” ucap beliau melalui penerjemahnya, Habib Jindan bin Novel. “Siapa yang membacanya setelah salat wajib, maka ia dalam perlindungan Allah hingga waktu salat berikutnya.”

Di antara ribuan jamaah yang menunduk, beberapa artis tampak menitikkan air mata. Mungkin karena mereka sadar perlindungan sejati tak datang dari manajer, pagar rumah, atau penjaga pribadi, tapi dari satu ayat yang selama ini terlewat di antara notifikasi dan kesibukan.

Habib Umar kemudian mengijazahkan doa Nabi Musa AS:

“Rabbi shrahli shadri, wayassirli amri.”
“Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah urusanku.”

Beliau tersenyum, lalu berkata lembut:

“Kami ijazahkan doa ini kepada kalian semua.”

Dan seketika, suasana hening. Hanya terdengar isak halus dan desah nafas yang bergetar di antara doa.

Ketika Lampu Kamera Padam, Jiwa Mulai Menyala

Malam itu, publik figur berbaur dengan jamaah biasa. Di barisan depan, tampak Ayu Ting Ting, Deswita Maharani, Ummi Quary, Ivan Gunawan, hingga Ussy Sulistiawaty, Iis Dahlia, Dewi Gita, Kristina, dan Fairuz A. Rafiq.

Beberapa artis muda seperti Atta Halilintar, Alvin Faiz, Rizal Armada, dan Ady Sky ikut hadir, tanpa protokol khusus, tanpa pagar jarak.

Ketika Habib Umar berbicara tentang pentingnya tazkiyatun nafs penyucian jiwa Ivan Gunawan tampak tak kuasa menahan tangis.

Di luar sana, dunia mengenalnya sebagai desainer flamboyan dengan ratusan busana berkilau. Tapi di hadapan ulama, ia hanyalah seorang hamba yang rindu diterima Tuhannya tanpa label dan logo.

Sementara kamera wartawan yang biasanya sibuk mencari sensasi kini justru menangkap ekspresi ketenangan. Ada paradoks yang indah: para artis memadamkan lampu kamera untuk menyalakan cahaya hati.

Ruang Refleksi di Tengah Dunia yang Bising

Kajian ini menjadi semacam oase spiritual di tengah padang gersang dunia hiburan. Ketika panggung-panggung musik sering menuntut tepuk tangan, majelis ini justru menawarkan keheningan.

Ketika algoritma media sosial memaksa tampil sempurna, Habib Umar mengajak untuk berani menjadi jujur di hadapan Allah.

“Orang yang membaca Ayat Kursi setelah salat akan dijaga hingga waktu salat berikutnya,” ujar beliau menutup kajian.

Pesan sederhana itu terasa seperti penawar bagi umat yang hidup dalam kecemasan permanen cemas akan rezeki, penilaian orang, atau sekadar jumlah like di Instagram.

Malam itu, para jamaah tak hanya pulang dengan kenangan, tapi dengan bekal doa dan ketenangan baru.

Sebagian masih menunduk lama setelah acara usai, seolah enggan kembali ke dunia yang terlalu gaduh untuk hati yang baru saja dijernihkan.

Ketika Spiritual Menjadi Trend Baru

Ada satire halus yang lahir dari peristiwa ini: Bahwa di negeri yang penuh acara gosip, kajian rohani justru kini menjadi konten paling menenangkan.

Bahwa di antara suara bising dunia, banyak yang diam-diam mencari Tuhan di sela-sela jadwal syuting.

Barangkali inilah rahmat terbesar dari majelis semalam bukan hanya ilmu, tapi kesadaran bahwa popularitas tak bisa menenangkan hati, dan pakaian glamor tak selalu menutupi luka batin.

Akhir yang Tak Pernah Usai

Menjelang tengah malam, jamaah mulai bubar. Tapi aura keteduhan masih menggantung di udara Jakarta yang lembab. Habib Umar berdiri, melambaikan tangan, dan tersenyum.

Tak ada tepuk tangan, tak ada teriakan hanya keheningan yang khusyuk, seperti hati yang baru saja disetrum oleh kasih Ilahi.

Di luar aula, mobil-mobil mewah berderet, tapi langkah para jamaah terasa ringan. Mereka datang membawa resah, dan pulang membawa doa:

“Ya Allah, lapangkanlah dadakan mudahkanlah urusanku…”

Dan di antara mereka, mungkin ada satu dua artis yang malam itu benar-benar berubah bukan karena peran baru di sinetron, tapi karena peran baru di hadapan Tuhan.

Ternyata, majelis yang paling berkelas bukan yang tiketnya mahal, tapi yang masuknya cukup dengan niat yang ikhlas.***