KOTA BEKASI – Pemerintah Kota Bekasi bersama DPRD akhirnya mengetok palu Perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Perubahan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2025.
Hasilnya, struktur APBD Kota Bekasi ditetapkan dengan pendapatan daerah sebesar Rp 7,244 triliun dan belanja daerah mencapai Rp 7,545 triliun.
Kenaikan honor RT dan RW, serta kepastian cairnya dana hibah RW sebesar Rp 100 juta mulai Oktober 2025.
Honor RT/RW Naik Signifikan
Wali Kota Bekasi Tri Adhianto menegaskan, honor bagi para ketua lingkungan mengalami kenaikan cukup signifikan. Mulai 2025, honor RT naik dari Rp 500 ribu menjadi Rp 750 ribu, sementara honor RW naik dari Rp 750 ribu menjadi Rp 1,25 juta.
“Ini bentuk penghargaan bagi kerja keras RT dan RW sebagai garda terdepan pelayanan masyarakat. Tugas mereka bukan hanya administrasi, tapi juga penghubung antara warga dengan pemerintah,” kata Tri.
Hibah Rp 100 Juta dengan Syarat Inovasi Lingkungan
Bukan sekadar cair, dana hibah RW tahun ini disertai syarat wajib: setiap RW harus menjalankan program inovasi lingkungan, khususnya pemilahan sampah dan pengumpulan minyak jelantah.
Tri menegaskan, langkah ini didorong oleh krisis sampah di TPA Bantargebang yang setiap hari kian menumpuk.
“Kalau tidak ada perubahan perilaku, Bantargebang akan jadi bom waktu. Karena itu, hibah RW harus punya dampak nyata, bukan hanya kegiatan seremonial,” ujarnya.
Mekanismenya, minyak jelantah yang terkumpul dari warga akan disalurkan lewat bank sampah RW ke Bank Induk Sampah Patriot (BSIP). Selain mengurangi limbah, hasil pengelolaan ini bisa menambah kas RW sekaligus memberi nilai ekonomis bagi masyarakat.
Selain urusan RT/RW, Pemkot Bekasi juga menyiapkan terobosan untuk 10.000 pekerja sektor informal. Mulai 2026, pekerja seperti ojek online, sopir, pedagang asongan, petani, kuli bangunan, hingga pemulung akan didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan dengan premi Rp 201 ribu per tahun yang ditanggung pemerintah.
Dengan program ini, pekerja rentan dipastikan mendapat jaminan kecelakaan kerja, santunan kematian, hingga perlindungan keluarga.
“Ojol, sopir, kuli, pedagang asongan, pemulung, mereka adalah pejuang kehidupan. Mulai 2026, saya pastikan mereka tidak lagi berjalan sendirian. Perlindungan ini adalah wujud nyata keadilan sosial,” tegas Tri.
Dua kebijakan ini kenaikan honor RT/RW plus perlindungan pekerja informal—menjadi penanda bahwa Pemerintah Kota Bekasi mencoba bergeser dari pola pembangunan fisik semata ke arah pembangunan sosial inklusif.
Dengan dana hibah berbasis inovasi, diharapkan RW menjadi pusat perubahan perilaku masyarakat. Sementara dengan jaminan pekerja informal, Pemkot ingin memastikan roda perekonomian rakyat kecil tetap berjalan dengan aman.
Tri menyimpulkan, “Bekasi akan semakin nyaman bila kebijakan tidak hanya menyentuh bangunan, tapi juga menyentuh martabat warganya.”