TANGGAMUS – Kepala Pekon atau Kades, Banyu Urip Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, Lampung, Santoso terjerat kasus dugaan pemalsuan tanda tangan dokumen surat keterangan (Suket) transaksi jual beli tanah.
Kasus pemalsuan tanda tangan itu terungkap setelah adanya laporan dari Sulistiyo (53), pemilik tanah yang berlokasi di pekon Banyu Urip. Sulistyo menemukan adanya manipulasi dokumen yang diduga dilakukan oleh pihak pekon tanpa sepengetahuannya.
Sulistiyo mengungkapkan, pada akhir tahun 2023, ia menjual sebidang tanah seluas 3.023 M² kepada seorang warga bernama Maruyah seharga Rp530 juta. Namun, dari total kesepakatan, baru Rp230 juta yang diterimanya, sementara sisanya belum dibayarkan.
Namun hal mengejutkan, tanah tersebut kini telah dibangun menjadi tempat usaha kolam renang tanpa pemberitahuan sebelumnya ke Sulistyo.
“Saya tidak tinggal di pekon, jadi saya menunggu informasi dari Maruyah soal pelunasan. Tapi lebih dari setahun tidak ada kabar. Justru saya mendapat informasi bahwa tanah itu sudah dibangun tempat usaha,” ungkap Sulistiyo, Senin 7 April 2025.
Permasalahan semakin pelik ketika awal tahun 2025, Sulistiyo akhirnya dipanggil oleh Maruyah untuk menerima sisa pembayaran. Namun, alih-alih mendapatkan haknya, ia justru diperlihatkan dokumen jual beli yang telah ditandatangani tanpa keterlibatannya.
Terkait hal itu, Sulistyo menduga tanda tangannya telah dipalsukan oleh pihak pekon.
“Maruyah malah menunjukkan surat jual beli yang dibuat oleh pekon tanpa melibatkan saya. Tanda tangan saya jelas dipalsukan, karena saya merasa tidak menanda tangani surat itu” tegasnya.
Selain dugaan pemalsuan tanda tangan, Sulistiyo juga mengaku mengalami intimidasi saat mempertanyakan haknya. Menurutnya, Maruyah sengaja mengumpulkan beberapa orang yang diduga sebagai suruhan untuk menekannya.
Saat bertemu di lokasi lahan yang sudah dijadikan kolam renang, Sulistiyo mengaku dikunci di dalam area tersebut dan dipaksa mengakui surat yang telah ditandatangani tanpa sepengetahuannya tersebut.
“Maruyah bilang ke saya, ‘Kalau malam ini tidak selesai, sampean dalam keadaan bahaya,’” ujar Sulistiyo menirukan ancaman Maruyah kepadanya.
Lebih lanjut, Maruyah mengklaim bahwa kekurangan dana sudah dititipkan kepada seseorang bernama Darmanto. Namun, saat ditanya langsung, Darmanto hanya tertawa tanpa memberikan klarifikasi.
Melihat situasi yang semakin tidak kondusif, Sulistiyo akhirnya memutuskan meninggalkan lokasi dan melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian.
Sukistiyo mengaku kasus ini telah resmi dilaporkannya ke Polres Tanggamus, sebagaimana tertuang dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor: STPL/3/11/2025/RESKRIM/POLRES TANGGAMUS/POLDA LAMPUNG, tertanggal 21 Februari 2025.
Saat ini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan. Jika terbukti bersalah, kepala pekon dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, yang ancaman hukumannya mencapai enam tahun penjara.
Kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat setempat yang menuntut kejelasan dan keadilan dalam proses jual beli tanah, terutama yang melibatkan pejabat pekon.
Dugaan penyalahgunaan wewenang oleh kepala pekon ini menambah daftar panjang kasus korupsi dan pelanggaran hukum di tingkat pekon wilayah Kabupaten Tanggamus.
Warga berharap aparat penegak hukum bertindak tegas dan memberikan sanksi setimpal jika terbukti ada pelanggaran.
“Kami tidak ingin ada penyalahgunaan jabatan yang merugikan warga. Kasus ini harus diusut tuntas,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak kepala pekon belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Masyarakat pun menunggu langkah kepolisian dalam mengungkap kebenaran kasus ini.***