TANJUNG PINANG – Nama Kapolda Kepri, Irjen Pol Drs Yan Fitri Halimansyah MH, masuk sebagai salah satu kandidat bakal calon (Balon) Gubernur Kepulauan Riau pada Pilkada Serentak November 2024 mendatang.
Diketahui beberapa sosmed telah beredar polling nama tokoh yang dianggap mampu memimpin daerah berjuluk Segantang Lada itu, selain nama Yan Fitri ada nama Rudi Wali Kota Batam dan Ansar Ahmad Gubernur Kepri sendiri.
Dari sejumalah nama itu Irjen Pol Yan Fitri mendominasi dengan mendapat dukungan tertinggi. Bahkan sejumlah dukungan dari artis Ibu Kota melalui video singkat untuk Yan Fitri jadi Gubernur Kepri menyebar.
Menanggapi fenomena jelang Pilkada Gubernur Kepri 2024 itu, pengamat politik kedai kopi di Tanjung Pinang, Albert Suttan, hanya sumringah dengan menyebutkan polling tersebut tidak bisa jadi acuan, hal itu hanya gimmick politik.
“Saya nilai nama Yan Fitri hanya cek ombak, masuk bursa Pilkada Gubernur Kepri. Dinamika Pemilihan Gubernur masih dalam wacana publik, sah saja siapa pun mau mencalonkan diri asal ada fasilitas memadai,” ungkap Albert Suttan kepada Sijori Kepri, Minggu 21 April 2024 menanggapi dinamika yang ada.

Mantan anggota DPRD Kepri sebelum jadi Kabupaten Bintan ini, mengatakan polling yang beredar hanya jadi water testing alias tes ombak untuk melihat respon masyakat terhadap nama Kapolda Kepri.
Menurutnya, selain tes ombak, itu juga bentuk bargainning posisi Kapolda dengan Kapolri, karena institusi Polri sendiri diketahui dibawah langsung presiden.
“Kenapa saya sebut tes ombak, karena tahapan Pilkada belum mulai, partai masih terus bergerilya mencari calon internal. Partai yang sukses melakukan pengkaderan tentunya akan mendahulukan kader internal, contoh Golkar dan NasDem untuk di Kepri,” tegas Albert.
Albert menilai jika Parpol sampai mengusung calon kepala daerah dari polisi atau tentara itu adalah sebagai kemunduran parpol dalam melakukan kaderisasi.
“Jika parpol sampai mengusung kader dari Polri aktif atau Tentara di Kepri, jelas menunjukkan partai tidak mampu mencetak kandidat dari kadernya sendiri sehingga selalu berharap figur dari luar, termasuk polisi dan TNI,” tegas Albert.
Mencetak kandidat instan ini, kata Albert cukup beresiko. Beberapa kepala daerah yang tidak memiliki kedekatan dengan partai pengusung seringkali beralih ke partai lainnya di tengah masa jabatan. Hal itu sudah banyak terjadi.
“Perseteruan antara parpol dan kepala daerah-pun lantas terjadi. Parpol tidak melaksanakan kaderisasi sehingga dalam rangka pencalonan mencari figur yang populer dan siap, atau punya sumber daya ekonomi. Jalan pintasnya mencari figur di luar kadernya,” ungkap Albert menyebut rakyat Kepri sudah pintar memilih pemimpin.
Menurutnya perilaku instan ini juga menjadi pangkal politik pragmatis politik uang. Kabar soal setoran uang untuk pengusungan sering terdengar menjelang pencalonan. ***
(Red)